SULSELSATU.com, JAKARTA – Jumlah penduduk miskin Indonesia menurun pada Maret 2019. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat penduduk miskin Indonesia saat ini sebesar 25,14 juta penduduk. Angka itu menurun 810 ribu penduduk dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.
Jika dilihat dari persentase jumlah penduduk, penduduk miskin hingga Maret 2019 tercatat 9,41 persen atau menurun dibandingkan tahun sebelumnya 9,82 persen.
Dari jumlah tersebut, persentase penduduk miskin di desa mencapai 12,85 persen sementara kota sebesar 6,89 persen. Sementara jika dilihat dari sebaran provinsi, Papua menduduki provinsi termiskin di Indonesia dengan tingkat kemiskinan 27,53 persen dan DKI Jakarta menjadi provinsi dengan tingkat kemiskinan terendah yakni 3,47 persen.
Baca Juga : Tingkatkan Kualitas Data Statistik, Pemkab Gowa Perkuat Kolaborasi Dengan BPS
“Ini tentu menunjukkan progress yang menggembirakan,” terang Kepala BPS Suhariyanto, seperti dilansir CNNIndonesia, Senin (15/7/2019).
Ia melanjutkan penurunan jumlah penduduk miskin ini merupakan hal yang positif di tengah garis kemiskinan yang meningkat.
Di dalam perhitungannya, BPS menggunakan pendekatan pengeluaran per kapita sebesar Rp425.250 per bulan per kapita sebagai garis kemiskinan terbaru. Indikator ini meningkat dari Maret 2018, di mana garis kemiskinan dipatok Rp401.220 per bulan per kapita.
Baca Juga : Bupati Gowa Instruksikan Camat Hingga Lurah Bantu BPS Pendataan Registrasi Sosial Ekonomi Secara Jujur
Menurut dia, garis kemiskinan adalah cerminan dari pengeluaran masyarakat untuk memenuhi kebutuhan makanan sebesar 2.100 kalori. Dengan demikian, jika harga-harga bahan pangan meningkat, garis kemiskinan juga terangkat naik.
Ini juga sejalan dengan inflasi Maret yang mencatat 2,48 persen secara tahunan.
Maka dari itu, tak heran jika beras menyumbang 20,59 persen terhadap kenaikan garis kemiskinan kota dan 25,97 persen terhadap garis kemiskinan di desa. Rokok juga terbilang menyumbang garis kemiskinan karena selalu mencatat inflasi setiap tahunnya.
Baca Juga : BPS: Ekspor dan Impor Sulsel Alami Penurunan
“Jadi memang penting bagi pemerintah untuk menjaga stabilisasi harga pangan agar tingkat kemiskinan tetap bisa terjaga,” jelas dia.
Lebih lanjut, ia merinci faktor-faktor lain penyebab tingkat kemiskinan turun pada Maret.
Pertama, adalah kebijakan pemerintah yang menggelontorkan anggaran bantuan sosial lebih banyak di awal tahun. Data Kementerian Keuangan menunjukkan bahwa realisasi anggaran bansos mencapai Rp36,97 triliun atau naik 106,62 persen dibanding tahun sebelumnya.
Baca Juga : Tiket Pesawat dan Tarif Tol Penyumbang Terbesar Inflasi di Sulsel Mei 2021
Bahkan menurut dia, pelaksanaan distribusi bansos rastra juga sesuai dengan jadwal. Realisasi distribusi rastra pada Januari mencatat 99,47 persen, Februari sebesar 98,8 persen, dan Maret sebesar 98,5 persen.
Faktor kedua adalah Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada Februari yang turun menjadi 5,01 persen atau turun 0,12 persen poin dibanding tahun lalu. Kemudian faktor ketiga adalah inflasi yang rendah, yakni 2,48 persen secara tahunan pada Maret lalu.
Meski tingkat kemiskinan sudah di angka satu digit, ia menyebut tugas pemerintah kian berat dalam menekan lagi tingkat kemiskinan. Sebab, pemerintah kini berhadapan dengan masyarakat yang benar-benar susah keluar ke atas garis kemiskinan.
Baca Juga : Kuartal I 2020, Daya Beli Masyarakat Jeblok
Untuk itu, menurut dia, dibutuhkan kerja keras agar kelompok masyarakat ini benar-benar bisa keluar dari jerat kemiskinan.
“Sebagian besar masyarakat yang miskin ekstrem ini tidak memiliki modal. Makanya, kebijakan sertifikasi tanah yang dilakukan Presiden Joko Widodo sangat penting agar masyarakat bisa dapat pinjaman modal, dan ujungnya mengeluarkan penduduk miskin dari kemiskinan,” kata dia.
Editor: Awang Darmawan
Cek berita dan artikel yang lain di Google News
Komentar