Bastian Lubis; Pembatalan SK Wali Kota Makassar Berpotensi Rugikan Negara Rp3,91 T

Bastian Lubis; Pembatalan SK Wali Kota Makassar Berpotensi Rugikan Negara Rp3,91 T

SULSELSATU.com, MAKASSAR – Pembatalan 39 SK Wali Kota Makassar terhadap 1.072 pejabat yang berujung pada pengembalian pejabat ke posisi semula dinilai menimbulkan banyak kerugian, termasuk berpotensi merugikan negara. 

Pengamat Keuangan Negara Universitas Patriarta Bastian Lubis menyebut pembatalan SK periode 8 Juni 2018 – 7 Mei 2019 itu merupakan suatu tindakan yang fatal dan berdampak pada tidak sahnya keputusan-keputusan yang dibuat atau yang dikeluarkan dan ditandatangani oleh para pejabat yang SK-nya dibatalkan.

“SK pengangkatan pejabat-pejabat eselon II, III dan IV secara ex-officio menjadi Pengguna Anggaran/Kuasa Anggaran, PPTK, Bendahara, tidak mempunyai dasar atau landasan hukum untuk mengeluarkan SP2D, verifikasi bukti-bukti pengeluaran, pelaporan pertanggungjawaban keuangan, sehingga kami menduga dana yang direalisasi atas persetujuan pejabat tersebut adalah tidak sah (ilegal) sebesar Rp. 3,93 triliun,” kata Bastian Lubis, dalam keterangan persnya, Jumat, (2/8/2019).

Bastian pun menafsirkan jumlah Rp 3,91 triliun itu di mana pada periode 8 Juni – 31 Desember 2018 sebesar Rp. 2,61 triliun yang terdiri dari Rp 646 miliar belanja tidak langsung dan Rp 1,96 triliun belanja langsung. Sementara pada periode Januari – 26 Juli 2019 sebesar Rp 1,32 triliun yang terdiri dari Rp 636 miliar belanja tidak langsung dan Rp 684 miliar belanja langsung.

“Dampak yang lebih menjadikan kita miris para ASN yang SK-nya dibatalkan jabatanya karena keegoisan pimpinan yang merasa paling jago sendiri adalah pejabat-pejabat tersebut harus mengembalikan semua tunjangan jabatan yang diterima selama SK belum dibatalkan, dan harus disetor ke kas daerah sesuai dengan UU Nomor 30 tahun 2014 paragraf 2 : Akibat hukum keputusan dan/atau tindakan yang dibatalkan,” katanya.

Selain di bidang keuangan, kata dia, ketidaksahan juga terjadi bidang lainnya seperti Dinas Pendidikan (Disdik), Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil), Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), serta pejabat kecamatan.

Keputusan yang dikeluarkan Disdik misalnya, pihaknya menduga ada puluhan ribu ijazah murid SD dan SMP yang tidak sah karena pejabat yang menandatanganinya tidak mempunyai lagi legal standing (wewenang) sebab kepala sekolahnya dianulir atau dibatalkan SK-nya. Begitupun dengan Disdukcapil seperti Kartu Keluarga, Kartu Tanda Penduduk, penerbitan kartu indentitas anak, dan lainnya tidak bisa dipergunakan lantaran tidak sah.

Dia pun sangat menyayangkan hal ini mengingat Pemkot Makassar baru saja mendapatkan Parasamnya Purna Karya Nugraha yang merupakan sebuah penghargaan tertinggi dan hanya 4 pemerintah daerah saja yang terpilih. Akan tetapi bukan tidak mungkin hal seperti itu akan terjadi lagi.

Maka dari itu, Bastian menyarankan agar ASN yang dibatalkan SK-nya bisa memperjuangkan nasibnya sendiri lewat pengadilan TUN agar kepastian hukumnya lebih jelas.

“Karena sebenarnya tindakan membatalkan SK yang dilakukan saat ini adalah tidak tepat bahkan merugikan ASN dan tentunya harus diuji kebenarannya melalui pengadilan Tata Usaha Negara. Kami menduga pasti kebenaran berpihak kepada pejabat yang telah dinon jobkan,” tegasnya.

Penulis: Asrhawi Muin
Editor: Hendrab Wijaya

Cek berita dan artikel yang lain di Google News

Berita Terkait
Baca Juga