SULSELSATU.com, JAKARTA – Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mendesak pemerintah untuk segera menaikkan iuran BPJS Kesehatan dalam waktu dekat. Hal ini dinilai mesti dilakukan untuk mengatasi defisit yang ada.
Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia untuk Pengembangan Pembiayaan Kesehatan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Noor Arida Sofiana mengatakan setidaknya iuran peserta naik sesuai dengan perhitungan aktuaria. Dengan demikian, angkanya tidak jomplang antara iuran dan biaya layanan kesehatan.
Sekadar gambaran, defisit pada 2014 lalu tercatat sebesar Rp3,3 triliun. Lalu, naik pada 2015 menjadi Rp5,7 triliun. Defisit kian membengkak pada 2016 menjadi Rp9,7 triliun dan Rp9,75 triliun pada 2017.
Baca Juga : BRI dan BPJS Kesehatan Sinergi untuk Tingkatkan Infrastruktur Kesehatan Nasional
Sementara, hitung-hitungan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), defisit tahun lalu menyentuh Rp10,98 triliun. Tahun ini, pemerintah memproyeksi jumlah defisit mencapai Rp32,8 triliun. Perkiraan itu naik dari sebelumnya yang hanya Rp28,35 triliun.
“Melihat defisit Rp28 triliun itu, tentu sudah sangat mendesak (untuk menaikkan iuran peserta). Itu hal yang tepat, khususnya jumlahnya sesuai dengan aktuaria (Dewan Jaminan Sosial Nasional/DJSN),” ungkap Arida, seperti dikutip dari CNNIndonesia, Jumat (6/9/2019).
Bukan tanpa alasan IDI mendukung kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Menurut dia, arus kas yang sehat akan membuat BPJS Kesehatan bisa membayar tagihan ke rumah sakit dan penyedia obat tepat waktu. Sekarang ini, tidak jarang pembayaran tagihan BPJS Kesehatan ke rumah sakit terlambat.
Baca Juga : Pemkot Makassar Bekerja Sama BPJS Kesehatan Beri Jaminan Bagi Seluruh Pegawai
“Kalau terlambat juga kan berdampak ke mutu kualitas pelayanan (yang diberikan ke peserta). Kami kan juga tidak mau masyarakat dapat pelayanan di bawah rata-rata. Nah, ini harus segera dibenahi,” terang dia.
Apalagi, ia melanjutkan pemerintah seharusnya sudah menyesuaikan iuran peserta tiap dua tahun sekali sesuai payung hukum. Namun, itu pun tak dilakukan oleh pemerintah. Jangan heran jika BPJS Kesehatan terus didera defisit keuangan.
“Peninjauan harusnya dilakukan tapi sempat tertunda. Pemerintah baru berikan suntikan dana, tapi kan kurang. Mungkin jelang pemilihan presiden (pilpres) kemarin, ada kesibukan,” katanya.
Baca Juga : Pemprov Sulsel Siap Bersinergi Bersama BPJS Kesehatan Tingkatkan Kualitas Layanan
Sebelumnya, DJSN mengusulkan peserta kelas mandiri I naik Rp40 ribu per bulan menjadi Rp120 ribu per bulan. Kemudian, kelas mandiri II naik Rp24 ribu per bulan menjadi Rp75 ribu er bulan dan kelas mandiri III naik Rp16.500 per bulan menjadi Rp42 ribu per bulan.
Sementara, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengajukan kenaikan sampai dua kali lipat untuk kelas mandiri I dari Rp80 ribu per bulan menjadi Rp160 ribu per bulan. Untuk kelas mandiri II, diusulkan naik dari Rp59 ribu per bulan menjadi Rp110 ribu per bulan.
Mantan Menko Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono menilai iuran peserta BPJS Kesehatan memang harus naik untuk menyelamatkan keuangan lembaga itu. Namun, terkait berapa jumlahnya, ia menyarankan agar pemerintah mengkaji ulang.
Baca Juga : Tingkatkan Akses Kesehatan, Bupati Barru: Tidak Ada Lagi Warga Barru Tidak Berobat dengan Alasan Tidak Mampu
Editor: Awang Darmawan
Cek berita dan artikel yang lain di Google News
Komentar