Firli Disebut Simbol Pelemahan KPK

Firli Disebut Simbol Pelemahan KPK

SULSELSATU.com, JAKARTA – Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) menilai sosok Firli Bahuri merupakan simbol pelemahan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Sebelumnya, Komisi III DPR telah menyepakati memilih Kapolda Sumatera Selatan Irjen Firli Bahuri sebagai Ketua KPK periode 2019-2023.

“Firli ini simbol aja dari perjuangan besar untuk melemahkan KPK,” kata Ketua Formappi Luciu Karius dalam acara Koalisi Madani Penyelamat KPK di Kantor Formappi, Jakarta Timur, dilansir CNNIndonesia, Jumat (13/9/2019).

Lucius menuturkan Firli punya rekam jejak bermasalah, terutama terkait dugaan pelanggaran kode etik ketika menjabat sebagai Deputi Penindakan KPK.

Di sisi lain, kata dia, yang dibutuhkan KPK adalah sosok pemimpin kuat dengan sedikit masalah.

Menurut Lucius rekam jejak yang buruk pemimpin KPK dapat dimanfaatkan sebagai alat untuk menyandera mereka dalam pemberantasan korupsi.

Lucius pun menegaskan bahwa seharusnya DPR menghadirkan calon pimpinan KPK yang tidak bermasalah, didasari penilaian DPR bahwa terdapat banyak masalah di KPK

“Kalau DPR menilai banyak masalah di KPK, maka harusnya DPR hadirkan pimpinan yang tidak bermasalah. Karena, itu bisa jadi sandera membuat legitimasi sebagai pimpinan KPK lemah sejak awal, dan ini memuluskan niat DPR dan niat koruptor untuk melemahkan KPK,” Ucap Lucius.

Firli bersama empat tokoh lain telah terpilih sebagai pimpinan KPK periode 2019-2023 dalam. Pemilihan dilakukan Komisi III setelah menggelar uji kepatutan dan kelayakan terhadap 10 calon pimpinan KPK.

Selain Firli, empat orang lain yang terpilih adalah Alexander Marwata, Nawawi Pamolango, Nurul Ghufron, dan Lili Pintauli Siregar.

Saat uji kepatutan dan kelayakan semalam Firli membantah telah melakukan pelanggaran etik.

Di tempat yang sama Direktur Lingkar Madani Indonesia (Lima) Ray Rangkuti mengatakan KPK sebaiknya ‘ditiadakan’ apabila desain struktur organisasi KPK seperti sekarang.

“Kalau melihat desain struktur organisasi KPK yang sekarang, Menurut saya jauh lebih baik. Kalau memang KPK itu ditiadakan saja,” kata Ray.

Desain struktur yang dimaksud merujuk pada keberadaan anggota polisi aktif dalam tubuh pimpinan KPK periode 2019-2023.

Ray menyebut KPK periode baru ini sebagai ‘KPK Pura-pura.’ Namanya saja KPK, padahal sayap, kaki, dan tangan, sudah berpindah ke kepolisian.

“Istilah saya, ini udah ‘KPK pura-pura’, jadi pura-pura ada KPK, supaya seolah-olah para politisi kita itu mendukung pemberantasan korupsi. Tapi di saat bersamaan, semua sayap, kaki, dan tangan KPK sebenarnya sudah berpindah tempat ke institusi lain, (yakni) kepolisian,” katanya.

Ray mengatakan bahwa pernyataannya didasari oleh banyak pihak dari institusi kepolisian yang menjadi anggota institusi-institusi lain.

Editor: Awang Darmawan

Cek berita dan artikel yang lain di Google News

Berita Terkait
Baca Juga