SULSELSATU.com, JAKARTA – Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD mendukung pernyataan Presiden Joko Widodo terkait kewenangan penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) di tubuh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ia beralasan seseorang yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK tak semestinya menyandang status itu seumur hidup. Apalagi, jika memang tidak ada bukti kuat dalam kasus tersebut.
Termasuk pula misalnya saat KPK kalah di sidang praperadilan yang diajukan oleh tersangka, putusan tidak bisa segera dieksekusi karena kewenangan yang terbatas.
Baca Juga : Langkah Cegah Korupsi di Daerah, KPK Dorong Akselerasi Sertifikat Tanah dan Bangunan di Sulsel
“Kalau enggak ada bukti ya keluarkan dong SP3,” kata Mahfud dalam jumpa pers di Kuliner Jogja Tambir, Yogyakarta, seperti dilansir CNNIndonesia, Senin (16/9/2019).
Mahfud mengaku mengenal sejumlah orang yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, namun hingga kini tak ada kejelasan atas kasusnya.
Mahfud mencontohkan seperti kasus dugaan korupsi yang menimpa eks Rektor Universitas Airlangga, Fasichul Lisan. Pada 2016, KPK menetapkan Fasichul sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek pembangunan rumah sakit Universitas Airlangga.
Baca Juga : VIDEO: Ini Alasan KPK terkait Percepatan Panangkapan SYL
“Sampai sekarang masih tersangka dan sudah hampir lima tahun enggak diajukan ke pengadilan,” ucapnya.
Menurut Mahfud itu yang harus diatur bila mau berhukum dengan benar. Lebih lanjut, terkait aturan waktu penerbitan SP3 bisa dibicarakan lebih lanjut. Termasuk, perihal mekanisme penerbitannya.
“Menurut saya, pikiran Pak Jokowi bagus, iya toh? Masak orang tersangka terus tanpa jelas nasibnya sampai mati gitu tersangka, enggak boleh dicabut karena terlanjur ditetapkan tersangka lalu buktinya enggak ada, belum lagi problem hukum yang ada sekarang,” tuturnya.
Baca Juga : VIDEO: Syahrul Yasin Limpo Ditetapkan Tersangka oleh KPK
Selain itu, Mahfud juga menyetujui soal dewan pengawas untuk KPK. Ia menilai dengan dewan pengawas akan ada yang bertanggung jawab atas Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK.
Terlebih, Mahfud mendengar ada pimpinan KPK yang terkadang tidak mengetahui bila ada OTT.
“Mungkin agar lebih bagus dan lebih bertanggung jawab kalau ada dewan pengawas,” ucap Mahfud.
Baca Juga : KPK Obrak Abrik Rumah Mentan SYL di Makassar, 1 Unit Mobil Mewah Diamankan
Hanya saja, pengawas harus ditentukan melalui pembahasan yang matang dan jangan tergesa-gesa.
Oleh karena itu, memerlukan asas keterbukaan. Mahfud menyebut perlu melakukan studi ke kampus-kampus atau memanggil para advokat untuk membahas hal tersebut.
“Ini masalah pro justisia, masak yang mengawasi bukan pro justisia, enggak punya hak memeriksa perkara tiba-tiba melarang orang memproses perkara. Ini pun harus didiskusikan,” tegasnya.
Baca Juga : Sulsel Termasuk Daerah Rawan Pelanggaran Pemilu, Menkopolhukam: Antisipasi Kecurangan Lebih Awal
Editor: Awang Darmawan
Cek berita dan artikel yang lain di Google News
Komentar