Pemberhentian Sementara Dirut Bank Sulselbar Dinilai Mengada-ada
SULSELSATU.com, MAKASSAR – Direktur Utama Bank Sulselbar A. Muhammad Rahmat diberhentikan sementara per tanggal 4 Oktober 2019 berdasarkan surat keputusan Dewan Komisaris PT. Bank Sulselbar. Hal tersebut terungkap setelah Andi Rahmat menerima Surat Keputusan (SK) pemberhentian sementara dan surat penyampaian dari Dewan Komisaris, Kamis (3/10/2019) kemarin.
Andi Rahmat menuturkan bahwa sebelumnya memang telah ada upaya untuk memberhentikan dirinya melalui RUPS LB. Hanya saja, selalu terkendala proses administrasi dan adanya beberapa tahapan/mekanisme dalam RUPS LB yang tidak terpenuhi.
Seperti tidak adanya diberikan ruang hak jawab/pembelaan bagi Dirut.
“Tercatat sudah 2 kali RUPS LB dilakukan untuk memberhentikan saya, namun belum tuntas karena adanya beberapa hambatan dan pelanggaran terhadap UU PT dan akhirnya Gubernur selaku Pemegang Saham Pengendali mengambil langkah dengan mengintruksikan Dewan Komisaris untuk mengambil langkah-langkah penting yaitu dengan cara memberhentikan sementara saya selaku Dirut Bank Sulselbar,” katanya, dalam rilis yang diterima sulselsatu.com, Jumat (4/10/2019).
Andi Rahmat menambahkan bahwa mekanisme untuk pemberhentian sementara Direksi Perseroan oleh Dewan Komisaris sebagaimana diatur dalam Pasal 106 UU PT dapat dilakukan apabila dengan menyebutkan alasan bahwa terdapat kegentingan atau permasalahan pelanggaran atau kerugian Perseroan yang tidak dapat dihindari lagi sehingga kepentingan perseroan mesti didahulukan oleh karenanya ditempuh mekanisme pemberhentian sementara tersebut
“Namun melihat alasan pemberhentian sementara saya yang tidak berdasar dan terkesan mengada- ada dikarenakan adanya alasan kenaikan NPL dan persentase pertumbuhan kredit produktif yang tidak sesuai harapan PSP. Termasuk adanya alasan tambahan yang tidak ditetapkan dalam keputusan RUPS LB tanggal 04 Sept 2019 lalu terkait 6 indikator alasan pemberhentian Dirut Bank Sulselbar,” jelas Andi Rahmat.
Andi Rahmat menjelaskan justru sekarang Bank Sulselbar dalam kondisi yang sehat dan bagus. Hal tersebut dibuktikan dengan beberapa penghargaan yang diterima atas peningkatan kinerja perseroan. Bahkan, persentase NPL masih 1,2% jauh di bawah ambang batas ketentuan regulator yaitu maksimal 5%.
“Kami juga telah membuat kebijakan berupa pengenaan suku bunga kredit produktif yang lebih murah dan kompetitif dibandingkan bank lain termasuk persyaratan realisasi kredit produkti yang memudahkan debitur. Hal tersebut kami lakukan untuk meningkatkan porsi pencairan kredit produktif,” terangnya.
“Di samping itu kami telah membiayai beberapa pembiayaan Pemda/pemerintah yang mendorong percepatan pembangunan dan infrastruktur masyarakat termasuk melakukan kerjasama dengan kementrian dan Pemda untuk peningkatan sektor UMKM di daerah,” imbuh Andi Rahmat.
Andi Rahmat menegaskan bahwa terdapat pula 2 alasan yang tidak ditetapkan oleh pemegang saham dalam RUPS LB sebelumnya yaitu terkait penempatan Reksa Dana (Mtn) pada PT Sun Prima sebesar Rp10 miliar yang sebenarnya kejadian tersebut bukan hanya dialami Bank Sulselbar. Akan tetapi beberapa bank besar seperti bank swasta, bank pemerintah, dan beberapa BPD termasuk Dana Pensiun (DPLK) Lembaga Keuangan/Perbankan yang ada di Indonesia, permasalahan tersebut juga sementara dalam proses hukum (PKPU/Kepailitan) guna mengembalikan kerugian Bank dan kejadian tersebut terjadi tahun lalu 2018.
Bank telah mengantisipasi dengan melakukan pencadangan atas risiko kerugian tersebut
Bahkan, OJK tidak mempermasalahkan kejadian tersebut dalam hasil pemeriksaannya tahun lalu.
“Dan tahun ini berarti menurut kami hal tersebut bukanlah merupakan suatu hal yang genting dan penting. Bahkan, dalam laporan keuangan kami tahun lalu yang telah diaudit KAP kami telah laporkan dalam RUPS Tahunan dan telah mendapatkan persetujuan dari para pemegang saham bahkan Dewan Komisaris,” ujar Andi Rahmat.
Oleh karenanya, Andi Rahmat merasa heran apabila baru kali ini permasalahan tersebut dipertanyakan bahkan menjadi salah satu alasan pemberhentiannya.
Terkait alasan lain yang kedua yang menjadi tambahan adalah terkait kebijakan perhitungan CKPN yang terdapat perbedaan metode perhitungan yaitu Individual Imparment dan Kolektif Imparment menurut hemat kami kebijakan tersebut telah kami atur dalam keputusan Direksi dan telah kami rapatkan dalam Alco dan hal tersebut bukanlah suatu hal yang genting dan merugikan bank.
Andi Rahmat menegaskan bahwa pemberhentian sementara ini terkesan mengada-ada dan mencari alasan karena selain tidak memenuhi unsur Pasal 106 terkait kondisi genting/darurat atau adanya kepentingan perusahaan yang mesti didahulukan (tidak dapat ditunda) terdapat pula alasan yang ditambahkan dimana alasan tersebut tidak pernah ditetapkan dalam keputusan RUPS LB tanggal 04 Sept 2019 yang menetapkan 6 indikator alasan pemberhentian Dirut Bank Sulselbar.
“Kami juga mengharapkan Dewan Komisaris seyogyanya menempatkan kewenangan yang diberikan pada porsinya tidak melampaui kewenangan RUPS (Pemegang Saham). Karena kebijakan yang diambil Dewan Komisaris tersebut dapat berdampak juga terhadap pelanggaran pidana dalam UU PT bahkan dapat termasuk dalam kategori tindak pidana perbankan sebagaimana diatur dlm UU No.7 tahun 1992 sebagaimana perubahan UU No. 10 thn 1998,” katanya.
Apabila keputusan kontroversi Dewan Komisaris tersebut tetap dilanjutkan, maka Andi Rahmat berharap untuk adanya hak jawab atau ruang yang diberikan untuk melakukan pembelaan dalam ruang sidang RUPS LB nantinya. Harapannya, agar ia dapat menjelaskan dan memberikan tanggapan atas alasan-alasan pemberhentian yang dituduhkan kepadanya sehingga ada perlakuan adil dan transparan bagi dirinya.
Ruang hak jawab tersebut mesti diberikan kepada saya karena telah diatur dalam pasal 106 UU PT bahwa Pemberhentian Sementara tersebut mesti ditindaklanjuti dengan penyelenggaraan RUPS paling lambat 30 hari setelah tanggal pemberhentian sementara tersebut dan direksi mesti diberi ruang/kesempatan untuk membela diri dengan tujuan agar melahirkan suatu keputusan yang tetap apakah mencabut keputusan Dewan Komisaris tersebut ataukah menguatkan keputusan tersebut dan apabila tidak dilakukan RUPS dalam 30 hari maka keputusan Dewan Komisaris tersebut menjadi batal.
Andi Rahmat juga menambahkan OJK selaku lembaga katalisator dan pengawas perbankan mesti turun tangan terkait adanya pelanggaran kebijakan tersebut guna mewujudkan tata kelola yang baik dan sehat (GCG) dalam tubuh organisasi PT. Bank Sulselbar.
Editor: Awang Darmawan
Cek berita dan artikel yang lain di Google News