Syafii Maarif Minta Jokowi Tegas Soal Perppu KPK
SULSELSATU.com, JAKARTA – Mantan Ketua PP Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif meminta agar Presiden Joko Widodo bersikap tegas terkait Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) yang membatalkan revisi UU tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ia mengaku memahami kebingungan Jokowi dalam menentukan hal ini. Menurut Buya Syafii, Presiden Jokowi dihadapkan pada dua pilihan sulit antara partai politik atau rakyat. Keduanya sama-sama menyimpan risiko.
“Ada memang yang harus direvisi [UU] KPKnya itu, tapi karena ini sudah jadi isu politik. Maka sekarang antara partai politik parlemen di DPR dengan massa sudah berbeda pendapatnya–dengan mendorong Perppu KPK,” kata Buya Syafii usai menghadiri peluncuran Buku Pengayaan Pengawasan Sekolah di Kantor Kemendikbud, Jakarta, seperti dilansir CNNIndonesia, Rabu (9/10/2019).
Buya Syafii mengibaratkan kondisi serba salah yang dihadapi Presiden Jokowi seperti peribahasa “bagai makan buah simalakama”.
“Saya rasa memang tidak mudah ini. Saya katakan begini, seperti buah simalakama: kalau dimakan bapak mati, tidak dimakan ibu mati. Tapi harus ada keputusan,” lanjut Syafii.
Kendati merasa UU KPK perlu direvisi, namun Syafii menegaskan prosedur legislasi pada perubahan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 sarat masalah. Salah satunya, pembahasan tersebut yang tak melibatkan KPK.
“Itu Perppu kan maunya kembali ke Undang-Undang lama, sesungguhnya saya tidak keberatan dengan revisi. Tapi caranya tidak gegabah seperti ini. KPK harus diundang, dan lainnya,” kata Buya.
Atas persoalan tersebut Syafii yang juga menjabat Anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) ini berharap Presiden Jokowi mempertimbangkan putusan dengan matang.
“Saya berharap Presiden akan mengambil keputusan yang tegas tapi arif,” kata Syafii.
Dalam beberapa kesempatan eks pimpinan KPK, pegawai KPK, akademisi juga pegiat antikorupsi pun tak membantah jika memang perlu perubahan di UU KPK. Namun yang menjadi kritik kini adalah proses legislasi yang dinilai menyalahi prosedur, terkesan tertutup dan tak melibatkan publik.
Beleid perubahan UU KPK tersebut dianggap menyimpan puluhan pasal problematis seperti kewenangan berlebih dewan pengawas, dipangkasnya wewenang penyidikan dan penuntutan Pimpinan KPK serta perubahan status pegawai KPK menjadi ASN.
Namun kini pemerintah dan DPR sudah kadung mengetok draf perubahan tersebut pada 17 September lalu. Alhasil sejumlah jalur konstitusi harus ditempuh jika ingin membatalkan perundangan itu terlaksana, antara lain melalui uji materi ke Mahkamah Konstitusi, legislative review dan penerbitan Perppu KPK.
Dalam kondisi seperti ini, puluhan tokoh bangsa–termasuk guru besar dan akademisi, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Demokrasi, juga pegiat antikorupsi menyerukan langkah yang paling tepat bagi Presiden Jokowi adalah dengan menerbitkan Perppu KPK.
Editor: Awang Darmawan
Cek berita dan artikel yang lain di Google News