SULSELSATU.com, JAKARTA – Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia ( YLBHI) mengungkap terdapat 51 orang meninggal dunia terkait unjuk rasa sejak Januari hingga 22 Oktober 2019. Berdasarkan data YLBHI, 44 orang di antaranya tewas tanpa diketahui penyebabnya.
Hal itu lantaran aparat keamanan maupun pemerintah tidak menyampaikan keterangan resmi terkait tewasnya ke-44 orang itu.
“Dari keseluruhan, hanya tujuh orang saja yang jelas infonya meninggal kenapa, 44 lainnya tidak ada info resmi. Dalam konteks HAM, ini sebenarnya sangat bahaya,” kata Ketua bidang Advokasi YLBHI Muhammad Isnur di Kantor YLBHI, Menteng, Jakarta Pusat, seperti dikutip dari Kompas, Senin(28/10/2019).
Baca Juga : VIDEO: Aliansi Rakyat Luwu Menggugat Gelar Unjuk Rasa di Hari Jadi Luwu ke-755
Isnur mengatakan, YLBHI mencatat, dari jumlah 51, sebanyak 33 orang meninggal di Wamena, Papua. Namun, tidak ada penjelasan dari aparat penyebab dan alasan meninggalnya mereka. Kemudian di Jayapura pada saat aksi yang sama, kata dia, ada 4 orang yang meninggal dunia.
“Tidak ada penjelasan resmi kenapa meninggalnya, tapi keluarga menemukan luka tembak,” kata dia.
Sementara di Kendari, kata Isnur, ada dua orang mahasiswa yang meninggal saat aksi “Reformasi Dikorupsi” berlangsung.
Namun pihak kepolisian tidak memberikan informasi resmi penyebab kematian mereka. Hanya ada keterangan dokter yang menyatakan bahwa korban meninggal akibat luka tembak.
Baca Juga : VIDEO: Aksi Unjuk Rasa Mahasiswa di Makassar
“Di Jakarta ada tiga orang, keterangan polisi berubah-ubah, kematiannya karena apa tidak jelas. Tapi rata-rata luka dan keluarga mempertanyakan,” kata dia.
Kemudian dari data Komnas HAM, pada aksi Mei lalu terdapat 9 orang meninggal dunia.
Sebanyak empat orang di antaranya meninggal karena luka tembak, satu orang kehabisan napas karena gas air mata, dan empat lainnya tak ada informasi resmi. YLBHI sendiri melakukan pemantauan bersama 16 LBH yang ada di Indonesia untuk mengumpulkan data-data tersebut.
Baca Juga : VIDEO: Aksi Unjuk Rasa BEM SI di Patung Kuda Memanas
Hasilnya, sebanyak 6.128 orang menjadi korban pelanggaran hak berpendapat di muka umum dan pelakunya kebanyakan adalah aparat kepolisian.
Editor: Awang Darmawan
Cek berita dan artikel yang lain di Google News
Komentar