SULSELSATU.com, JAKARTA – Sebanyak 9 orang tewas tertembak dalam aksi unjuk rasa pada 21-23 Mei 2019. Tim Pencari Fakta (TPF) Komnas HAM menyatakan penembakan terhadap sembilan warga sipil itu sudah direncanakan sejak lama.
Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM Beka Ulung Hapsara mengatakan penembakan itu dilakukan oleh orang yang terlatih.
“Penembakan terhadap sembilan warga sipil tersebut diduga dilakukan oleh orang yang terlatih dan direncanakan jauh-jauh hari,” ujar Beka dalam konferensi pers TPF Peristiwa 21-23 Mei 2019 di Kantor Komnas HAM, Jakarta, seperti dikutip dari CNNIndonesia, Selasa (29/10/2019).
Baca Juga : Komnas HAM Desak Hukuman 6 Polisi di Kendari Diperberat
Beka menuturkan hasil penyelidikan TPF Komnas HAM menemukan fakta sepuluh orang meninggal dunia dalam peristiwa 21-23 Mei 2019. Dari jumlah itu, sembilan dinyatakan meninggal akibat luka tembak peluru tajam dan satu orang meninggal dunia akibat luka di benturan benda tumpul pada bagian kepala.
Beka merinci delapan dari sembilan orang meninggal dunia akibat tertembak ditemukan di Jakarta. Sementara satu orang lainnya ditemukan di Pontianak. Adapun sembilan orang meninggal dunia akibat peluru tajam tersebar di sembilan titik lokasi yang berjarak cukup jauh dan dalam waktu yang hampir bersamaan.
“Hal itu menunjukkan bahwa pelakunya adalah terlatih dan profesional dalam menggunakan senjata api. Hal itu juga menunjukkan bahwa pelakunya tidak satu orang,” ujarnya.
Baca Juga : Dua Mahasiswa Tewas, Polisi di Kendari Hanya Dikenai Sanksi Penundaan Kenaikan Jabatan
Lebih lanjut, Beka menyampaikan empat dari sepuluh orang yang meninggal dunia dalam peristiwa itu masih di bawah umur. Pihaknya menduga ada upaya menjadikan anak-anak sebagai korban dan sasaran kekerasan untuk memancing emosi massa.
Terkait dengan temuan itu, Beka menyatakan Kepolisian wajib menemukan dan menuntaskan penyelidikan dan penyidikan jatuhnya sepuluh korban jiwa tersebut. Ia meminta Kepolisian secara khusus menemukan dan memproses secara hukum para pelaku lapangan dan pelaku intelektualnya.
Jika Kepolisian gagal mengungkap hal itu, ia berkata publik akan terus terancam karena adanya penembak gelap yang terus berkeliaran di tengah masyarakat.
Baca Juga : Polri Sebut Tak Ada Laporan Orang Hilang di Aksi 22 Mei
“Membiarkan pembunuhan terjadi tanpa melakukan upaya hukum terhadap pelaku adalah pelanggaran HAM yang serius karena membiarkan perampasan atas hak hidup terjadi,” ujar Beka.
Beka menambahkan TPF Komnas HAM juga meminta kepolisian melakukan penyelidikan dan penyidikan yang profesional, transparan, dan efektif agar pelaku penembakan HR (15) di Jalan Kemanggisan Utara, Jakarta Barat, terungkap. Sebab, TPF menemukan fakta bahwa kepolisian telah mengantongi ciri-ciri pelaku penambakan HR.
Lebih dari itu, Beka juga meminta Kepolisian menangkap pelaku dan pihak lain yang terlibat dalam penembakan terhadap salah seorang korban meninggal dunia di Pontianak. Sebab, ia juga berkata penyidik telah memiliki bukti petunjuk berupa pistol rakitan jenis revolver dan rekaman CCTV ketika korban dibawa ke rumah sakit.
Baca Juga : Amnesty Internasional Desak Polisi Pelaku Kekerasan Diseret ke Pengadilan
Editor: Awang Darmawan
Cek berita dan artikel yang lain di Google News
Komentar