Kementerian LHK Keluarkan 11 Izin Perhutanan Sosial di Luwu Utara
SULSELSATU.com, LUTRA – Kerja bareng jemput bola alias jareng jebol yang dilakukan Direktorat Penyiapan Kawasan Perhutanan Sosial (PKPS), Direktorat Jenderal (Ditjen) Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia dalam rangka percepatan akses legal Perhutanan Sosial telah melahirkan 11 izin Perhutanan Sosial (PS) di Kabupaten Luwu Utara. Izin atau akses legalitas Perhutanan Sosial ini diberikan dalam bentuk Surat Keputusan (SK).
Proses kerja bareng jemput bola atau jareng jebol ini terbilang cepat. Hanya 16 hari dari target yang diberikan semula selama 22 hari. Tercatat ada 11 pemegang izin Perhutanan Sosial di Kabupaten Luwu Utara, yang terdiri dari delapan Lembaga Pengelolaan Hutan Desa (LPHD) dan tiga Kesatuan Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan (KPHKm), dengan dengan luas keseluruhan 10.478 hektar. LPHD Lindusugi Desa Kanandede Kecamatan Rongkong adalah pemegang izin terluas (3.951 ha). Disusul Sipakalebbi Desa Rinding Allo (1.916 ha).
“Selama 16 hari kami melayani masyarakat di beberapa kecamatan di Kabupaten Luwu Utara, tercatat ada 10.478 ha yang kami keluarkan izinnya, dari 11 pemegang izin akses legal Perhutanan Sosial,” ungkap Direktur Penyiapan Kawasan Perhutanan Sosial, Erna Rosdiana, saat acara Talkshow Perhutanan Sosial, Sabtu (9/11/2019) kemarin. Ia berharap, setelah diberikan izin, ada lompatan yang signifikan terkait keberlanjutannya. “Setelah ini, kami akan terus pantau, dan tentunya kami akan bantu sesuai yang dibutuhkan,” ujarnya menambahkan.
Apa hak pemegang izin? Kasubdit Penyiapan Hutan Desa, Lusi Ardiputri, menyebutkan, ada 8 hak mereka, yaitu: (1) Hak Pengelolaan Hutan Desa; (2) Hak mendapatkan pemanfaatan sesuai kearifan lokal; (3) Hak mendapatkan manfaat sumber daya genetik; (4) Hak mengembangkan ekonomi produktif berbasis hutan; (5) Hak mendapatkan pendampingan penyelesaian konflik; (6) Hak mendapatkan pendampingan kemitraan dalam pengembangan usaha; (7) Hak mendapatkan pendampingan dalam penyusunan RKT; dan (8) Hak mendapatkan perlakuan adil.
“Tentu setelah hak pengelolaan hutan desa diberikan, maka akan disertai dengan kewajiban, yaitu menjaga arealnya dari kerusakan dan pencemaran lingkungan, menyusun rencana pengelolaan dan RKT, menyampaikan laporan pelaksanaan kepada pemberi hak pengelola, melakukan penanaman dan pemeliharaan hutan, melaksanakan tata usaha hasil hutan, membayar provisi sumber daya hutan, mempertahankan fungsi hutan, serta melaksanakan perlindungan hutan,” pungkas Lusi Ardiputri. (rls)
Editor: Hendra Wijaya
Cek berita dan artikel yang lain di Google News