Solar Langka, Pemerhati Sebut Kementerian ESDM Kurang Peka
SULSELSATU.com, PAREPARE – Praktisi dan pemerhati transportasi logistik, Bambang Haryo Soekartono, menyebut kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) berupa solar subsidi di berbagai daerah akhir-akhir ini membuktikan Kementerian Perhubungan dan kementerian terkait tidak peka dan memahami atau tidak peduli terhadap sektor transportasi dan logistik, terutama angkutan darat.
“Saya sangat prihatin kelangkaan solar berlarut-larut. Lebih prihatin lagi, kementerian terkait seperti Kementerian Perhubungan, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, ESDM, hingga Kementerian Keuangan tidak bersuara, seakan tidak tahu atau tidak mau tahu dengan kesulitan yang sedang dialami angkutan darat,” katanya.
Padahal angkutan logistik darat, lanjut dia, memegang peranan sangat dominan dalam sistem transportasi nasional yakni lebih dari 85 persen. Sehingga kelangkaan solar subsidi pasti berdampak terhadap perekonomian nasional.
Menurutnya, angkutan darat merupakan urat nadi perekonomian, bukan hanya perannya yang sangat dominan melainkan juga konektivitas sangat erat dengan angkutan lain, baik laut, kereta api, maupun udara.
Semua transportasi lain bergantung pada angkutan darat untuk mengirim barang dari hulu hingga hilir atau konsumen.
“Multiplier effect’ akibat kelangkaan BBM ini sangat luas, ekonomi lambat karena logistik terhambat, sehingga harga-harga akan naik dan inflasi meningkat. Tentu hal ini tidak mendukung upaya Presiden Joko Widodo untuk menggenjot ekonomi,” ujarnya.
Ia mengatakan, Kemenhub sebagai instansi yang paling bertanggung jawab terhadap konektivitas seharusnya paling peduli berada di depan mengatasi kelangkaan solar subsidi.
“Kemenhub sangat cepat merespons isu-isu populer, seperti skuter listrik, dibandingkan dengan isu logistik. Persoalan skuter listrik serahkan saja kepada pemda atau Dishub, Kemenhub perhatikan isu-isu besar,” kata mantan Wakil Sekjen Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) ini.
Bambang Haryo mengingatkan, Indonesia sedang berpacu dengan waktu untuk menghindari ancaman resesi dalam waktu dekat, dan pemerintah tidak boleh bekerja santai dan mengklaim bahwa ekonomi Indonesia baik-baik saja.
Kelangkaan solar subsidi yang berlarut-larut juga memberikan kesan negara tidak hadir, terutama untuk memberantas mafia BBM subsidi sehingga kuota solar selalu jebol.
Menurut dia, sudah menjadi rahasia umum bahwa solar subsidi mengalir ke industri melalui para spekulan BBM yang sering disebut pengerit atau pelangsir.
Dirinya menduga, keberadaan para pengerit atau pelangsir yang bekerja sama dengan oknum SPBU itu diketahui oleh Pertamina dan penegak hukum, tapi seakan ditoleransi dan dibiarkan sehingga kelangkaan solar terus terjadi.
“Hampir 50 persen dari kuota solar subsidi itu diperkirakan menguap ke industri di daerah-daerah, sedikit saja yang tersisa untuk angkutan logistik dan angkutan umum. Saya mengharapkan pemerintah serius dan tegas memberantas kebocoran BBM yang masif ini. Kita minta BPK, KPK, dan Polri turun tangan,” tegasnya.
Dia mengatakan, kelangkaan solar seharusnya tidak terjadi ketika ekonomi sedang menurun seperti sekarang. Pemerintah atas persetujuan DPR RI menetapkan kuota solar subsidi 14,5 juta kiloliter pada 2019, sementara pertumbuhan ekonomi sekitar 5 persen.
Sebagai perbandingan, lanjut dia, kuota solar subsidi pada 2010 hanya 11,2 juta KL, padahal pertumbuhan ekonomi saat itu 6,1 persen.
Bambang Haryo mendesak pemerintah tidak berdiam diri dan segera mengatasi kelangkaan solar subsidi secara tuntas sebab jika tidak, kepercayaan investor terhadap Indonesia akan menurun mengingat masalah seperti ini tidak terjadi di negara ASEAN lainnya.
“Indonesia akan makin tertinggal dari negara lain kalau masalah ini tidak segera diatasi. Kita minta perhatian dari Presiden Jokowi, beliau harus menegur menteri-menterinya,” pungkasnya.
Penulis: Andi Fardi
Editor: Hendra Wijaya
Cek berita dan artikel yang lain di Google News