Selama Pilkada Langsung, Ada 300 Kepala Daerah Terjerat Korupsi

Selama Pilkada Langsung, Ada 300 Kepala Daerah Terjerat Korupsi

SULSELSATU.com, JAKARTA – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menyatakan, sejak pilkada digelar langsung pada 2005 silam, setidaknya sudah 300 kepala daerah terjerat kasus korupsi. Hal itu dinilai merupakan salah satu hal negatif yang terjadi dalam gelaran pilkada langsung.

Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kemendagri, Bahtiar menyebut pilkada langsung ini punya efek negatif. Pilkada langsung justru malah memperbanyak kepala daerah korupsi untuk membiayai ongkos kampanye yang memang mahal.

“Karena faktanya dari sejak melaksanakan pilkada langsung ada 300 sekian kepala daerah yang bermasalah secara hukum, kasus-kasus korupsi,” kata Bahtiar di Gedung Perpustakaan Nasional, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, seperti dilansir CNNIndonesia, Kamis (21/11/2019).

Bahtiar menyebut, kepala daerah yang tak menggunakan ongkos politik mahal bahkan bisa dihitung jari. Meski begitu dia tak merinci jumlah pasti kepala daerah yang ongkos politiknya murah.

“Bukan sistem yang membuat dia murah. Tapi membangun citra diri perlu ongkos ngumpulin makan warga segala macam, itu duit semua, belum uang saksinya,” kata Bahtiar.

Oleh karena itu, para kepala daerah yang dipilih langsung oleh rakyat namun melalui masa kampanye yang bisa menghabiskan dana miliaran itu berpotensi melanggar hukum di kemudian hari ketika terpilih.

Sebab tak sedikit para kepala daerah ini harus memberi timbal balik pada pihak-pihak yang membantunya memberi modal selama proses kampanye berlangsung.

“Yang menyiapkan kepala daerah itu adalah pengusaha yang punya kepentingan di daerah itu, yang menyiapkan adalah gabungan pemodal,” kata dia.

Terkait ongkos politik mahal, Bahtiar juga menyebut pihaknya saat ini masih melakukan kajian dan evaluasi terhadap pilkada langsung. Sejumlah lembaga penelitian pun bisa dilibatkan dalam evaluasi ini.

“Saya kira semakin banyak semakin bagus, tapi yang kredibel di mata publik supaya objektif dan tidak pakai sponsor. Kan banyak penelitian pakai sponsor, sebelum penelitian kesimpulan sudah ada,” kata Bahtiar.

Bahtiar menegaskan evaluasi pelaksanaan pilkada langsung ini memang diperlukan agar bisa ditemukan formula pelaksanaan yang memang sesuai dengan keinginan masyarakat.

Lagi pula, kata dia, tujuan utama digelarnya pilkada langsung memang untuk mendapatkan pemimpin daerah yang bisa mengayomi dan menyejahterakan masyarakat.

“Ujungnya bagaimana menghasilkan pemimpin daerah yang mampu mempercepat kesejahteraan masyarakat,” ujar Bahtiar.

Editor: Awang Darmawan

Cek berita dan artikel yang lain di Google News

Berita Terkait
Baca Juga