KDRT Jadi Urutan Pertama Kekerasan Perempuan sepanjang 2019
SULSELSATU.com, MAKASSAR – Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mengungkap kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) menempati urutan pertama dalam kasus kekerasan perempuan yang terjadi di Sulawesi Selatan sepanjang 2019.
Hal tersebut disampaikan Kepala Dinas PPPA Sulsel, Ilham A Gazaling dalam Refleksi Akhir Tahun 2019 yang diselenggarakan oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Sulsel, di Arthama Hotel, Jalan H Bau, Makassar, Kamis (19/12/2019).
“Sejauh ini, angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di Sulawesi Selatan masih cukup tinggi. Data terakhir berdasarkan Simfoni-PPA, jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Sulsel mencapai 1.404 kasus. Ini masih data sementara per tanggal 16 Desember,” katanya.
Lebih lanjut, Andi Ille, sapaan akrab Ilham A Gazaling, mengatakan, setiap catatan kasus itu telah disinkronkan baik dari Polda Sulsel, Dinas PPPA Sulsel, hingga maupun lembaga pemerhati anak.
Dari jumlah ini, menurut Ilham, kasus terbanyak yang dilaporkan adalah di Kota Makassar dengan jumlah 903 kasus.
Laporan kasus yang terjadi di Kota Makassar ini paling banyak tercatat di Rumah Sakit Bhayangkara, dimana banyak korban yang membutuhkan visum et repertum untuk keperluan penanganan kasus yang dialaminya.
“Seperti disebutkan pihak Polda Sulsel kasus kekerasan di 2019 ini sebagian besar ditangani KDRT, dan itu butuh visum,” katanya.
Ia mengaku data ini tentu harus menjadi perhatian semua, dan melalui pertemuan ini diharapkan menjadi ajang refleksi juga menjadi sarana bertukar pikiran untuk mencari solusi.
Ilham menyatakan, dari kasus kekerasan yang terjadi terhadap perempuan dan anak di Sulsel, mayoritas pelaku ternyata merupakan orang yang memiliki hubungan dekat dengan korban.
“Bahkan dari kalangan keluarga sendiri,” kata dia.
Untuk itu, menurut Ilham, pendekatan yang diberikan dalam penyelesaiannya tidak hanya pada pendekatan hukum semata. Hal-hal lain, seperti konseling, mediasi maupun rujukan juga harus dikedepankan.
Sementara itu, Kanit PPPA Polda Sulsel, Kompol Rosmina menyebutkan kasus KDRT ini menjadi konsen penyidik PPPA di tahun 2019. Hal itu dilakukan dari banyaknya laporan atau limpahan kasus dari pemerintah daerah melalui Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A).
“Jadi dari semua kasus kekerasan terhadap perempuan, sebagian besar itu karena KDRT,” ujarnya.
Untuk urutan kedua, ada kasus seksual (pemerkosaan/pencabulan), ketiga kasus kekerasan di jalan raya (begal), dan teror.
Selama tahun 2019, lanjut Kompol Rosmina, pihaknya mengaku tidak bekerja sendiri. Ia didampingi oleh sejumlah mitra kerja, mulai dari Dinas PPPA Sulsel, Pemerhati Perempuan (LSM), Badan Pemasyarakatan Anak, serta masyarakat.
“Kedua itu, kasus kekerasan yang terjadi di jalan raya, begal,” tukasnya
Dia mengatakan, rata-rata pelaku tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak ini dilakukan oleh orang dekatnya sendiri, dan masih dibawah umur.
Ia menyebutkan perlakuan terhadap pelaku yang notabene masih dibawah usia ini, tentu penanganannya berbeda.
Untuk kasus kekerasan yang dilakukan oleh dibawah usia, itu bisa mengajukan diversi, dengan catatan ancaman pidana yang dilakukan itu kurungan dibawah tujuh tahun.
Sedangkan untuk hukuman kurungan penjara diatas tujuh tahun, itu akan dilakukan kajian sebelum dikeluarkan rekomendasi diversi.
Diversi sendiri diketahui kasus yang diselesaikan diluar acara peradilan di Pengadilan Negeri setempat.
Penulis: Jahir Majid
Editor: Awang Darmawan
Cek berita dan artikel yang lain di Google News