Kecewa dengan Jokowi Cuek Soal Konflik Nduga, Wabup Undur Diri
JAKARTA – Wakil Bupati Nduga, Wentius Nimiangge tiba-tiba mengundurkan diri dari jabatannya. Wentius undur diri di hadapan warganya pada Selasa (24/12/2019).
Melansir CNN Indonesia, Wentius mengaku tak sanggup melihat sejumlah kekerasan hingga pembunuhan yang menimpa warga sipil.
Menurutnya permintaan mundur itu menurut dia sudah diketahui Bupati Nduga Yairus Gwijangge, Pangdam Cenderawasih, hingga Kapolri.
Wentius mengatakan jabatannya dilepas oleh jenazah-jenazah warga Nduga, termasuk jenazah ajudan dan sopirnya yang turut tewas ditembak.
“Karena jabatan itu pertama dilepas dengan jenazah, ini supir saya yang ditembak, ajudan saya,” kata Wentius.
Wentius mengatakan, sehari jelang Natal semestinya jadi hari Tuhan Yesus, namun ia masih mengurusi jenazah warganya.
“Yang saya atur hari ini, mayat. Hari ini saya atur mayat, peti, untuk kubur orang. Ini di dunia, melanggar hak asasi manusia,” ujar Wentius.
Wentius mengungkap rentetan kekecewaan terhadap pemerintah pusat dalam merespons konflik di Kabupaten Nduga. Ia kecewa melihat masih banyak warganya yang mengungsi. Ditambah lagi, korban tewas yang terus berjatuhan sejak konflik Nduga pada Desember 2018.
“Kita sudah ketemu Menteri, kita sudah ketemu Kapolri, kita sudah ketemu presiden, kita sudah bicara dengan DPR, tapi suara kita tidak bisa didengar oleh pemerintah pusat maupun dari TNI dan Polri,” kata Wentius.
“Saya kecewa dan, cara-cara ini kurang bagus.”
Wentius mengatakan penambahan pasukan oleh pemerintah pusat tak menyelesaikan masalah. Wentius meminta TNI-Polri menarik seluruh pasukan non-organik (TNI). Ia khawatir dengan kondisi warganya.
“Yang tinggal di (Nduga) sini itu organiknya saja, Kapolres itu bisa. Karena kami biasa tinggal bersama di kabupaten, di mana-mana. Kalau TNI-Polri pasukan (non-organik) apa itu, harus ditarik,” tutur dia.
Usulan tersebut, kata Wentius, berulang kali sudah pernah ia utarakan. Tapi lagi-lagi, tak digubris. Wentius merasa pemerintah pusat tak serius menangani konflik Nduga. Saran darinya sebagai wakil bupati tak didengar.
“Kita sudah bicara dengan DPR RI, kita sudah bicara dengan Kapolri untuk tarik anggota itu, kita sudah dibicara. Kami itu macam kayak boneka,” ujar dia.
Wentius mempertanyakan kesungguhan pemerintah pusat mengurai konflik di Nduga. Sebab sebagai perpanjangan pemerintah pusat, mestinya pendapat pejabat di pemerintahan daerah didengar.
“Kami ini seperti, kalau Pak Yairus Gwijangge itu, bapak bupati, seperti tangan kanannya presiden kalau di daerah Nduga. Kalau saya sebagai wakil bupati itu sebagai tangan kirinya presiden,” ucap Wentius mengibaratkan.
“Kita mengangkat nama, menyuarakan nama presiden. Tapi apa kami punya suara itu tidak bisa ditanggapi serius, atau bagaimana anda mau tanggapi, begitu saja. Ini yang tidak baik,” ujar Wentius.
Wentius menggaris bawahi, kondisi Nduga hingga kini belum jua membaik. Hari-hari jelang Natal dan Tahun Baru yang bagi dia mestinya dirayakan dengan damai dan suasana persaudaraan, justru yang terjadi sebaliknya.
Wentius mengaku tak mengerti lagi harus menyampaikan keluhannya dengan cara apa. “Suara-suara yang kemarin kita sampaikan ke bapak-bapak itu, tidak bisa dengar. Lalu sekarang ini, pembunuhannya baru terjadi begini, berarti kapan baru akan didengar? Kapan akan selesai?” ucap dia.
Itu sebab menurut dia, langkah yang paling mungkin dilakukan adalah mundur sebagai Wakil Bupati Nduga.
“Ini yang saya, sebagai manusia, saya kira saya kehilangan akal, kehilangan keluarga, apabila saya mau perjalanan jauh atau gimana… Ini yang membuat saya, lebih baik saya tinggalkan jabatan saja daripada, siapa yang mendukung saya, siapa yang mengantarkan saya,” ungkap dia.
Editor: Hendra Wijaya
Cek berita dan artikel yang lain di Google News