Ini Tujuh Masalah Krusial Pemprov Sulsel Sepanjang 2019 Versi Pukat UPA
SULSELSATU.com, MAKASSAR – Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Patria Artha (Pukat UPA) Makassar mencatat tujuh masalah krusial Pemprov Sulsel dan kerugian negara yang ditimbulkan sepanjang 2019.
Masalah tersebut masing-masing rekomendasi Hak Angket DPRD Sulsel yang membias, pembangunan Stadion Barombong, pengelolaan Stadion Mattoanging, kelanjutan proyek Center Point of Indonesia, jabatan pelaksana tugas, kasus korupsi dan Silpa 2019.
Peneliti utama Pukat UPA, Bastian Lubis mengatakan, kasus hak angket sudah keluar dari subtansi utamanya. Rekomendasi angket pun tak ada kabarnya.
“Substansi awal dari kasus ini adalah terkait adanya pejabat yang dinonjob lantaran tersandung masalah proyek, tapi kok ujung dari kasus ini malah hanya jadi pencemaran nama baik saja, ini sudah jauh berbeda,” kata Lubis dalam keterangan persnya, Senin (30/12/201).
Dari kasus ini, lanjut Lubis, pihaknya mencatat ada kerugian negara hingga Rp100 miliar lebih. Itu merupakan sisa yang dihitung dari jumlah antara paket proyek yang tender dan yang dilaksanakan tahun 2019.
Masalah kedua yakni nasib Stadion Barombong yang hingga kini seperti dianaktirikan. Rektor Universitas Patria Arta ini mengatakan, alasan Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah sudah benar untuk tidak melanjutkan pembangunan Stadion Barombong karena masalah lahan yang belum diserahkan dari PT Gowa Makassar Tourism Development (GMTD).
“Kali ini benar, karena lahannya itu hanya bersifat fasum/fasos, gubernur meminta harus hibah, karena kalau hibah itu terserah pemda mau bikin seperti apa. Tapi tetap ini menjadi catatan bagi pemda agar mencari jalan keluarnya,” kata Lubis.
Dari masalah ini, Lubis mengatakan jika tidak dilanjutkan maka ada kerugian negara hingga Rp412 miliar yang bersumber dari gabungan APBD dan APBN.
Masalah ke tiga, Lubis melanjutkan, yakni Stadion Mattoanging. Menurutnya, Pemprov Sulsel salah dalam melakukan pendekatan kepada YOSS, karena main sikat. Seharusnya, pemprov mempelajari terlebih dahulu sejarah berdirinya stadion tersebut, alas hak dan tanahnya, dan pemprov hendaknya tidak menutup mata terhadap pengelolaannya.
“Justru pemprov harus berterimakasih kepada YOSS karena selama ini telah memelihara dan menjaga stadion tersebut. Jadi alokasi anggaran dalam APBD 2020 sebesar Rp200 miliar belum bisa direalisasikan karena status tanah masih dalam sengketa,” lanjut dia.
Malah selanjutnya yakni CPI yang hingga kini tidak ada kelanjutannya. Sejak dibangun tahun 2009 silam, Lubis mengatakan, proyek Center Poin of Indonesia sampai sekarang masih belum selesai.
“Banyak kejanggalan, sebut saja ditemukannya lahan 57 hektar milik pemprov, itu sangat sedikit jika dilihat dari total lahan 150 hektar, loh yang lain itu untuk pengembang,” imbuhnya.
Dari masalah ini, CPI telah menghabiskan anggaran sebesar Rp520 miliar yang bersumber dari APBD dan APBN. Anggaran itu hanya dimanfaatkan oleh pengembang, bukan untuk kepentingan masyarakat.
“Ini sangat bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Tapi sepertinya aparat penegak hukum tidak mempunyai cukup keberanian untuk membongkar kasus megakorupsi CPI,” kata Lubis.
Ke lima, yakni masalah pengangkatan pelaksana tugas. Pukat UPA kata Lubis, menilai banyak hal yang dilanggar pemprov saat mengangkat plt. Salah satu yang krusial yakni menjadikan plt sebagai Pengguna Anggaran (PA). Padahal itu sangat bertentangan dengan aturan yang berlaku.
“Karena plt dan plh itu hanya boleh menandatangani kegiatan yang sifatnya rutin, tidak boleh membuat tindakan yang sifatnya strategis termasuk dalam hal pengeluaran anggaran. Mereka yang plt lalu mengeluarkan anggaran, semuanya berhak mengembalikan anggaran tersebut. Kalau tidak maka yang bertanggungjawab adalah gubernur sendiri yang memberikan SK,” tutur Lubis.
Dua masalah selanjutnya, yakni kasus korupsi di Sulsel masih tebang pilih dan Silpa tahun 2019 yang sangat besar.
Penulis: Jahir Majid
Editor: Hendra Wijaya
Cek berita dan artikel yang lain di Google News