SULSELSATU.com, JAKARTA – Pembelian saham (divestasi) PT Freeport Indonesia (PTFI) oleh pemerintah beberapa waktu lalu ternyata membawa malapetaka bagi BUMN tambang. Pasalnya, utang holding BUMN tambang Mining Industry Indonesia (MIND ID) meroket hingga 378 persen usai divestasi saham tersebut.
Data MIND ID menyebutkan utang perseroan mencapai Rp78,3 triliun pada kuartal III 2019 secara tahunan (year on year/yoy).
Direktur Utama MIND ID Orias Petrus Moedak menuturkan kenaikan utang perseroan disebabkan penarikan utang untuk membiayai pembelian (divestasi) saham PT Freeport Indonesia (PTFI). Sebagaimana diketahui, pemerintah melalui PT Indonesia Asahan Aluminium atau Inalum (Persero) akhirnya berhasil mengempit 51,23 persen saham Freeport Indonesia pada Desember 2018 lalu.
Baca Juga : VIDEO: Banjir Bandang di Kawasan PT Freeport Indonesia
Seiring pembentukan holding BUMN tambang, Inalum pun meluncurkan identitas baru, yakni MIND ID. Hal ini berfungsi untuk membedakan fungsi Inalum sebagai holdin tambang dan Inalum sebagai pelaksana operasional.
“Peningkatan utang terbesar terjadi di akhir 2018, kami melakukan pinjaman signifikan sebesar US$4 miliar setara kurang lebih Rp56 triliun dengan kurs Rp14 ribu dalam rangka penyelesaian transaksi pembelian saham Freeport,” ujarnya di Komisi VII DPR, seperti dikutip dari CNNIndonesia, Jumat (24/1/2020).
Sebagai catatan, nilai divestasi saham Freeport tercatat sebesar US$3,85 miliar.
Selain penarikan utang oleh MIND ID sebagai induk holding, lanjutnya, entitas anak juga menarik utang. Dua perusahaan yang menambah utang cukup besar yakni PT Timah Tbk dan PT Aneka Tambang Tbk. Tambahan utang itu digunakan untuk belanja modal perseroan.
“Jadi utangnya di PT Inalum untuk beli saham Freeport dan modal kerja PT Timah dan Antam,” paparnya.
Pertumbuhan utang itu mengerek rasio utang terhadap ekuitas perseroan sebesar 370 persen menjadi 1,04 kali. Pasalnya, ekuitas tercatat cuma naik tipis 2 persen menjadi Rp75 triliun.
Berbanding terbalik dengan lonjakan utang, laba bersih holding tambang justru merosot 89 persen menjadi hanya Rp800 miliar (yoy). Sementara itu, perseroan berhasil meraup kenaikan pendapatan sebesar 25 persen Rp60,5 triliun.
“Karena dari sisi utang naik signifikan sementara EBITDA turun karena terdapat biaya operasi perusahan sehingga net debt to EBITDA naik tinggi secara tahunan,” katanya.
Tercatat, earnings before interest, tax, depreciation, and amortization atau EBITDA turun 29 persen menjadi Rp8,9 triliun. Sedangkan net debt to EBITDA terbang 1.285 persen menjadi 4,68 kali.
Ia merinci tingkat bunga dari utang Inalum sebesar 5,9 persen per tahun dimana perseroan menarik pinjaman dalam denominasi dolar AS. Sedangkan, tingkat bunga utang dari entitas anak rata-rata di kisaran 8,5 persen dimana perseroan menambah utang dalam rupiah.
Editor: Awang Darmawan
Cek berita dan artikel yang lain di Google News
Komentar