Logo Sulselsatu

Opini: Kebablasan Beragama di Tengah Pandemi Corona

Asrul
Asrul

Minggu, 12 April 2020 16:11

Uje Jaelani. (ist)
Uje Jaelani. (ist)

Oleh: Uje Jaelani (Sekretaris Umum Korps Muballigh Dewan Masjid Indoensia Prov. Sulsel)

Sudah tiga jumat pelarangan aktivitas ibadah secara berjamaah dihimbau oleh pemerintah dan difatwakan oleh para ulama untuk tidak dilaksanakan demi memutus penularan Covid 19, namun di jumat ketiga kemarin masih banyak masjid melaksanakan jumatan, para jamaah ngotot untuk berjamaah, dari pemberitaan yang tersiar baik di media cetak dan online dan kabar dari teman-teman, ada jamaah yang demo di depan masjid karena pagar masjid tergembok dan nekat memanjat pagar masjid, ada pula yang marah-marah kepada pengurus masjid, dan bahkan karena masjid di dekat rumahnya ditutup mereka bertebaran mencari masjid yang masih melaksankan salat jumat.

Dari sisi panitia masjid juga masih ada yang menghiraukan himbauan dan fatwa, dari kalangan muballigh pula sebagian dari mereka masih sigap menanti panggilan untuk mengisi mimbar-mimbar masjid, berharap dari lisan mereka keluar firman ilahi dan sabda-sabda sang nabi, dari lisan-lisan meraka bak bahtera Nuh AS yang menghantar manusia pada keselamatan.

Baca Juga : OPINI: Tantangan Nakes di Daerah Terpencil, Urgensi Pemenuhan Kebutuhan Dasar untuk Pelayanan Kesehatan Optimal

Situasi di atas menandakan bahwa mulai dari kalangan masyarakat awam sampai pada kalangan muballigh yang punya wawasan ilmu agama ‘lebih’ masih bebal menaati himbauan dari pemerintah dan fatwah dari para ulama.

Mungkin sah-sah saja jika kita sebut betapa rapuhnya pemahaman beragama kita, seolah keimanan dimaknai dan ukur dari sebuah euforia tontonan pentas-pentas kesalehan simbolik. Yah,, meskipun dari meraka dihantar dari sebuah niatan yang tulus dalam beribadah, meskipun ketulusan merupakan kunci dari ibadah namun sebelum sampai disitu kita harus tahu bahwa komponen dari kunci tersebut adalah pengetahuan, karena dengan pemgetahuan ketulusan itu terarah dan tepat sasaran.

Nah jika kondisinya seperti ini, mungkin kita bisa menarik sebuah hipotesis awal bahwa dalam hal beragama masyarakat kita kehilangan patron sehingga tak lagi mampu melihat siapa yang berhak diikuti, yang lebih layak dalam menerjemah dan mengonversi teks-teks suci menjadi sebuah fatwah sebagai jalan hidup? Ini mendakan matinya otoritas keilmuan.

Baca Juga : OPINI: Meneropong Dinding Pembuluh Koroner dengan Pencitraan Intra Koroner

Rapuhnya cara pandang masyarakat kita disebabkan karena cara pandang beragama yang konservatif, sebuah cara pandang keberagamaan yang terlalu kaku dalam melihat perubahan dan dinamika yang terjadi dalam kehidupan masyarakat, teks-teks dalam kita suci dimaknai sebagai narasi tunggal yang tak bisa digangggugat, wal hasil teks-teks menjadi tumpul mengurai konteks, buta melihat konteks.

Selain cara pandang yang konservatif sebagiaman yang saya katakan diatas bahwa masyarakat kehilangan patron, dimana hilangnya otoritas keilmuan, sebagian masayrakat tidak mampu melihat siapa yang lebih berhak pada otoritas keilmuan tertentu yang memang fasih dibidangnya.

Boleh jadi ini disebabkan karena seringkali terlihat para pemilik oteritas keilmuan dalam hal ini ilmu agama banyak mengeluarkan pendapat dan fatwa-fatwa yang nyeleneh, ada juga silang pendapa hingga berdebat tanpa menghirakuan adab, sehingga masyarakat mulai jenuh dan kebingunan, ada juga yang mengaku punya otoritas keilmuan tapi sebenarnya ia tidak memiliki otoritas itu, sehingga jamaah terkotak-kotakkan dan bersikap apatis.

Baca Juga : OPINI: Permenaker RI Nomor 18 Tahun 2022 Malapetaka Bagi Pengusaha

Berkenaan wabah penyakit, ada kisah yang cukup populer dikalangan umat islam, dikisahkan, ketika Khalifah Umar bin Khattab hendak berkunjung ke wilayah Syam yang kini negara Suriah yang baru saja jatuh ke tangan umat Islam. Namun Umar dan rombongan tiba di daerah Syargh, tersedengar kabar kalau masyarakat Syam tengah menderita penyakit kolera.

Abu Ubaidah memberitahu Umar bahwa wilayah Syam sedang terjadi wabah penyakit. Mendapat kabar tersebut Umar memutuskan berhenti di Saragh. Di Sarega terjadi perdebatan antara tokoh Muhajirin dengan Umar bin Khattab Ada yang menyarankan agar Umar tetap melanjutkan perjalanan ke Syam, tak sedikit yang meminta Umar untuk kembali ke Madinah.

Singkat cerita ditengah situasi tersebut dan perdebatan yang cukup alot, akhirnya Umar memutuskan kembali kembali ke Madinah.

Baca Juga : Pembangunan Gedung Pascasarjana UIN Alauddin Makassar Capai 39 Persen

Kata umar kepada rombongannya “Aku akan berangkat besok pagi (ke Madinah) mengendarai tungganganku, maka kalian pun berangkat besok pagi mengendarai tunggangan kalian,”

Salah seorang sahabat yakni Abu Ubaidah bin Al-Jarrah tak sepakat dengan keputusan Umar tersebut. “Apakah Engkau ingin lari dari takdir wahai Amirul Mukminin?” kata Abu Ubaidah.

“Ya, kita akan lari dari takdir Allah menuju takdir Allah yang lainnya,” Jawab Umar bin Khattab.

Baca Juga : Opini: Inmemoriam Andi Anthon Pangerang, Budayawan Besar Sulawesi Selatan Asal Tana Luwu

Salah satu kisah yang juga populer dikalangan umat islam ialah pada zaman sahabat-sahabat Nabi, pernah terjadi hujan lebat sehingga jalan menjadi becek. Azan ketika itu diubah redaksinya. Kalau dalam azan ada kalimat yang menyatakan ‘hayya ‘alashshalah’, mari melaksanakan salat, maka panggilan ketika itu berbunyi, ‘salatlah di rumah kalian masing-masing’.

Ini bukan soal berkaitan dengan keselamatan jiwa tapi berkaitan dengan kesehatan dan kemudahan. Dalam sebuah penggalan teks suci Al-qurain Al-Karim Allah berfirman “Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu” Al-Baqarah : 185

Mengembalikan Makna Kata ‘Jamaah’

Kata jamaah berasal dari bahasa arab diartikan Menyatukan yang berpecah-belah, Bersatu dan lawannya berpecah-belah, perkumpulan manusia yang bersatu untuk tujuan yang sama) jika ditarik pemaknaan yang lebih simpel maka digambarkan dalam dua kata ‘solidaritas dan soliditas’.

Imam Ath-Thobari mengatakan dari hadits menetapi jama’ah adalah orang-orang yang yang selalu mentaati seseorang yang telah mereka sepakati sebagai Amir, sementara itu, dalam kitab Al Mukhtashar al Syafi karya Abdul Aziz ar Rais Khathabi dalam buku beliau al ‘Uzlah dan Ibnu Badan dalam Hasyiah atau syarah beliau untuk kitab Raudhoh al Nazhir embagu dua makna jamaah.

Pertama, jamaah badan atau fisik. Yang dimaksud dengan jamaah badan adalah hidup di bawah kepemimpinan seorang penguasa yang muslim. Kedua, jamaah agama atau non fisik. Inilah pengertian jamaah yang dimaksudkan oleh Ibnu Mas’ud dalam perkataannyajamaah adalah bersesuaian dengan kebenaran meski engkau sendirian, Yang dimaksud dengan al Jamaah di sini adalah jamaah adyan atau jamaah karena memegang kebenaran yang sama.

Dari terminologi bahasa, kata jamaah memang mengandung makna sosilogis, dimana pemimpin dalam hal ini pemimpin negara yang dipercayakan dalam mengelolah masyarakat dan para ulama sebagai salah satu pemegang otoritas ilmu agama, dari himbauan dan fatwa yang mereka keluarkan.

Dari sini kita bisa melihat bahwa jamaah bukan hanya bermakna ritus-ritus transenden, lurus dan rapatnya sholat kita di masjid-masjid, tapi kita mampu menarik makna jamaah lebih luas seabagi suatu konsep yang humanistik (Hablumminannas) punya implikasi dalam kehidupan sosial kita sebagaimana sholat yang punya implikasi dan makna dalam kehidupan sosial kita.

Untuk sekarang ini untuk memutus penularan covid 19 mari kita temukan makna jamaah dirumah kita, dimasa sekarang ini jamaah bukan yang paling rajin ke masjid mengisi shaf-shaf salat jamaah, tapi berjaaamah kukuh dan konsisten di ruang kesendirian kita, diruang isolasi mandiri kita. Ketika kita saling jaga dari rumah kita masing-masing, mematuhi pemerintah untuk jaga diri, jaga kebersihan dan kesehatan, dan ketika para pemuka agama berfatwah untuk tidak melaksanakan aktivitas keagamaan yang sifatnya melibatkan banyak orang. Mari kita temukan pemaknaan ‘jamaah’.

Terkhusus untuk sodara-suadaraku yang mengharuskan aktifitasnya dilura rumah, keberlansungan hidupnya di luar rumah, semoga Allah melindungi kalian, dan yang punya harta lebih mari lindungi penghidupan meraka dengan saling berbagi. (*)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News

Yuk berbagi informasi tentang Sulawesi Selatan dengan join di group whatsapp : Citizen Journalism Sulsel

 Youtube Sulselsatu

 Komentar

 Terbaru

Video11 April 2025 22:07
VIDEO: Diseret Ombak Ratusan Meter, Wisatawan di Ini Diselamatkan dengan Drone dan Styrofoam
SULSELSATU.com – Seorang wisatawan berhasil diselamatkan usai terseret ombak di Pantai Ketawang, Purworejo, Kamis (10/4). Wisatawan itu diselama...
Sulsel11 April 2025 21:32
Jumat Mengaji, Bupati Gowa Ajak Pegawai Khatam Al-Qur’an
Bupati Gowa Sitti Husniah Talenrang mengajak pegawai muslim lingkup Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Gowa agar dapat khatam Al-Qur'an melalui "Jumat Meng...
Internasional11 April 2025 21:24
Astra Honda Siap Bawa CBR Series Pertahankan Dominasi di Mandalika Racing Series 2025
Pembalap binaan PT Astra Honda Motor (AHM) bersiap menunjukkan performa terbaiknya bersama CBR series dalam ajang balap Mandalika Racing Series (MRS) ...
Video11 April 2025 20:10
VIDEO: Indonesia Siap Evakuasi Warga Gaza, Fokus pada Korban Luka, Anak Yatim, dan Pelajar
SULSELSATU.com – Pemerintah menyampaikan rencananya untuk mengevakuasi warga Gaza ke Indonesia. Khususnya warga sipil yang mengalami luka-luka, ...