JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, berdasarkan hasil monitoring per 10 Mei 2020, kebijakan restrukturisasi bank sudah mencapai Rp336,97 triliun.
Berdasarkan data monitoring OJK per 10 Mei 2020, untuk industri perbankan terdapat 88 Bank yang telah merealisasikan kebijakan restrukturisasi, dengan 3,88 juta debitur dengan nilai Rp 336,97 triliun. Sebagian besar merupakan kredit UMKM sebesar Rp 167,1 triliun dari 3,42 juta debitur.
“Kita juga memberikan kelonggaran kepada debitu baik sektor riil dan sektor keuangan agar nafas panjang terutama bagi pengusaha agar bisa restrukturisasi kredit,” kata Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso, dalam video conference bersama Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Senin (11/5/2020) dikutip dari CNBCIndonesia.
Baca Juga : Jadi Perusahaan Pembayar Pajak Terbesar, BRI Diapresiasi Oleh Negara
“Dengan restrukturisasi pengusaha tidak langsung dikategorikan NPL (kredit bermasalah/non performing loan). Ini dilakukan agar tidak jadi masuk NPL karena sifatnya sementara,” tegas Wimboh.
“Ini memberikan ruang ke sektor keuangan agar tidak membukukan atau membentuk cadangan, begitu lancar gak bentuk cadangan, apabila bentuk cadangan akan berat dan modal seret dan akan mempersempit ruangan sektor keuangan untuk ekspansi dan berikan kredit,” jelasnya.
“Dengan pemberian ruang ini kami harapkan perbankan tetap NPL-nya tidak tinggi dan sektor usaha bisa lanjutkan usaha,” kata Wimboh lagi.
Baca Juga : Pengumuman! Restrukturisasi Kredit Perbankan Penanganan Pandemi Covid-19 Berakhir
Jumlah monitoring ini bertambah dari data per 4 Mei lalu. Ketika itu OJK mencatat ada 74 perbankan yang mengimplementasikan program restrukturisasi dengan jumlah nasabah mencapai 1,02 juta debitur dengan nilai Rp 207,2 triliun. Dari jumlah itu, restrukturisasi nasabah UMKM mencapai Rp 99,36 triliun dengan debitur sebanyak 819.923 UMKM.
Dalam paparannya, Wimboh menjelaskan restrukturisasi tidak bersifat otomatis tapi harus diajukan oleh debitur dengan syarat:
1. Plafon kredit/pembiayaan UMKM maksimal Rp10 miliar rupiah;
2. Debitur existing individual/perusahaan termasuk debitur kendaraan bermotor roda dua /empat;
3. Peningkatan kualitas kredit/pembiayaan menjadi lancar setelah direstrukturisasi;
4. Teknis eksekusi restrukturisasi diserahkan kepada bank/leasing dengan prinsip kehati-hatian;
5. Jangka waktu paling lama/maksimal 1 tahun;
6. Debitur terdampak dan kredit lancar sebelum Pemerintah mengumumkan darurat Covid 19.
Baca Juga : Masuk Semester II-2023, BRI Optimistis Kualitas Kredit Semakin Baik
OJK menyampaikan, terjadi perbedaan persepsi masyarakat karena kurangnya pemahaman sehingga ini menjadi kendala di lapangan dalam program restrukturisasi ini.
Selain itu, kendala lain yakni industri (baik bank maupun multifinance) yang masih berpedoman pada SOP (standard operational procedure) lama sehingga cenderung memakan waktu dan birokrasi.
Tak hanya itu, kendala datang dari adanya beberapa pemda yang menetapkan penundaan penagihan kredit dari ASN (aparatur sipil negara) dan pengemudi online (ojol) yang tidak berhubungan langsung dengan perusahaan pembiayaan.
Baca Juga : BRI Bidik Porsi Loan at Risk Kembali Single Digit Pada 2025
Editor: Hendra Wijaya
Cek berita dan artikel yang lain di Google News
Komentar