JAKARTA – Harga minyak dunia diklaim terus melemah. Namun bahan bakar minyak (BBM) eceran di dalam negeri tak turun-turun.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sudah menemukan dugaan terjadinya permainan dalam penentuan harga jual ecerah BBM. Permainan ini diduga dilakukan oleh lima pelaku usaha di sektor migas.
Komisioner KPPU Guntur Saragih menyebut, permainan tersebut diduga telah dilakukan sejak Maret 2020. Pihaknya juga telah mengantongi bukti yang bisa menjadi dasar penegakan hukum terhadap pelaku usaha tersebut.
Baca Juga : KPPU Dorong Pemerintah Tetapkan UU Pasar Digital
“KPPU mulai menyelidiki penetapan harga jual eceran BBM oleh lima pelaku usaha di sektor tersebut. Dugaan diawali tidak adanya penurunan harga BBM non-subsidi sejak Maret 2020 walau minyak dunia telah mengalami penurunan sejak awal tahun,” ucapnya, Jumat (15/5/2020).
Guntur tak merinci pelaku usaha yang dimaksudnya tersebut. Ia hanya menyebut pelaku usaha itu diduga melanggar Pasal 5 UU Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Sebagai informasi, dalam Pasal 5 uu tersebut diatur ketentuan; pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama.
Baca Juga : Pemerintah Bersama KPPU Terus Melakukan Pengawasan Terhadap Komoditi Beras
Diketahui, formula dasar harga jual eceran BBM diatur dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 62.K/12/MEM/2020 tentang Formula Harga Dasar Dalam Perhitungan Harga Jual Eceran Jenis Bahan Bakar Minyak Umum Jenis Bensin dan Minyak Solar yang Disalurkan Melalui Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum dan/atau Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (Kepmen 62K/2020) yang berlaku mulai 1 Maret 2020.
“KPPU menilai kebijakan Pemerintah tersebut mampu mendorong kompetisi dalam penjualan BBM non subsidi, khususnya dengan dihapuskannya marjin minimum dari formula,” ucapnya.
Berdasarkan formula tersebut, setiap perusahaan seharusnya berusaha untuk menyediakan harga sekompetitif mungkin untuk menciptakan pasar yang sehat. Harga disesuaikan dengan biaya penyimpanan dan distribusi, serta preferensi marjin penjualan sendiri masing-masing perusahaan sehingga terjadi variasi harga di pasar.
Baca Juga : Mampu Jaga Persaingan Usaha Sehat, Pemprov Sulsel Raih Penghargaan Dari KPPU
Meski ada aturan itu, harga BBM tidak kompetitif. Harga BBM non subsidi cenderung stagnan sejak Maret 2020 di kisaran rata-rata Rp 9.850 untuk RON98, Rp 9.000 untuk RON95, dan Rp 7.650 untuk RON90.
Padahal harga BBM serupa di ASEAN, seperti di Vietnam dan Malaysia, telah mengalami penurunan hingga 38 persen sejak Februari 2020.
“KPPU menduga terdapat koordinasi antar pelaku usaha di Indonesia secara bersama-sama untuk tidak menurunkan harga BBM non subsidinya,” ucapnya.
Baca Juga : KPPU Kanwil VI Makassar Temukan Dugaan Penjualan Bersyarat Minyakita
KPPU juga mencermati sifat struktur pasar oligopolistik di sektor BBM tersebut. Dengan jumlah pelaku usaha yang terbatas, potensi pelanggaran persaingan usaha pun cukup tinggi.
Selain itu, Guntur bilang pihaknya memperhatikan kemungkinan fenomena price leadership Pertamina. Sebagai catatan, Pertamina menguasai pasar penjualan BBM secara keseluruhan hingga 98,3 persen, berdasarkan kemampuan distribusi atau jumlah stasiun pengisian bahan bakar umum yang dimilikinya. Angka tersebut masih jauh dibandingkan pemain lain yang tidak mencapai dua persen secara keseluruhan.
Editor: Hendra Wijaya
Baca Juga : Temuan KPPU Kanwil, Pasokan Minyak Curah di Makassar Langka
Cek berita dan artikel yang lain di Google News
Komentar