Logo Sulselsatu

Opini: Di Tengah Pandemik Pendidikan Bukanlah Prioritas

Asrul
Asrul

Kamis, 21 Mei 2020 16:30

istimewa
istimewa

Dalam sudut pandang emansipatoris pendidikan sejatinya bukan hanya persoalan mempelajari teori yang berkesesuaian dengan kenyataan kongkrit saja, tetapi pada dasarnya arahnya untuk upaya pembebasan manusia dari penindasan atau biasa juga disebut dengan proses memanusiakan manusia. Dengan demikian manusia dapat melihat bagaimana dunia dan dirinya ada dalam belenggu persoalan, serta berkomitmen untuk melakukan perubahan sosial agar kemerdekaan sejati dapat diraih.

Dengan melihat sistem pendidikan di Indonesia, arah pendidikan nasioanal mulai tergiring akibat adanya campur tangan IMF dan Word Bank dalam penyelenggaraan pendidikan
dengan bergabungnya Indonesia dalam organisasi WTO pada tahun 1995 melalui penandatanganan General Agreement on Trade in Service atau GATS yang menjadi penanda bahwa liberalisasi harus dilakukan disegala sektor, termasuk pendidikan tinggi. Dan sejak saat itu pendidikan kita masuk dalam cengkraman liberalisasi pendidikan yang sarat akan kepentingan komersliasisasi dan privatisasi pendidikan.

Kebijakan-kebijakan pendidikan yang lahir sampai pada rezim hari ini tak lain merupakan strategi dikte IMF dan Word Bank, yang memuluskan jalan bagi cara kerja system akumulasi kapital. Terbukti ditengah wabah covid-19. Kebijakan pendidikan tidak pernah sama sekali diabdikan untuk kesejahteraan dan kesehatan bagi rakyat malah diarahkan untuk menjaga iklim investasi dan stabilisasi pertumbuhan ekonomi. Ini terbukti dengan dilaksankanya kebijakan kampus merdeka oleh kemendikbud , yaitu kebijakan yang mengarahkan Pendidikan kita pada kepentingan keberlangsungan investasi.

Baca Juga : LAZ Hadji Kalla Hadirkan Sekolah Aman Bencana di Kabupaten Gowa dan Sinjai

Kebijakan kampus merdeka yang diatur dalam Permendikbud No. 3 Tahun 2020 tentang standar Nasional Pendidikan Tinggi, Permendikbud No. 4 Tahun 2020 tentang perubahan
PTN menjadi PTN-BH, Permendikbud No. 5 Tahun 2020 tentang Akreditasi Program Studi dan perguruan Tinggi, Permendikbud No. 6 Tahun 2020 tentang Penerimaan Mahasiswa
Baru Program Sarjana Pada PTN, serta Permendikbud No. 7 Tahun 2020 tentang Pendirian, Perubahan, Pembubaran PTN dan Pendirian, Perubahan, dan Pencabutan Izin PTS. Secara
garis besar, kampus merdeka mempunyai empat komponen yang membentuknya, yaitu adanya pembukaan program studi baru yang berorientasi pada kepentingan korporasi, sistem akreditasi perguruan tinggi, yang artinya mempermudah persyaratan untuk menjadi PTN-BH tanpa terikat status akreditasi, serta hak belajar tiga semester di luar program studi dengan ketentuan 40 SKS dilaksanakan diluar kampus dan 20 SKS sisanya dilaksanakan di program studi yang berbeda.

Terdapatnya pembukaan program studi baru yang mensyaratkan adanya kerjasama terhadap korporasi, tentunya hal tersebut tidak jauh dari kepentingan korporasi yang berorientasi pada selera pasar (terdapat 4 dari 5 mitra kerjasama yang termasuk dalam pemodal raksasa, diantaranya ialah perusahaan multinasional, perusahaan teknologi raksasa, startup teknologi, dan organisasi multilateral yang dimana salah satunya ialah Bank Dunia). Selain itu, dalam melakukan kegiatan belajar di luar program studi diimplementasikan dalam bentuk magang di perusahaan-perusahaan yang menjadi mitra kampus tanpa diupah hingga melaksanakan KKN dengan menjadi pembantu dalam melaksanakan proyek-proyek rezim di pedesaan. Jika melihat dari keterangan-keterangan tersebut, kebijakan kampus merdeka benar-benar menjadi perpanjangan tangan dari musuh-musuh rakyat untuk menghisap kau tani dan kelas buruh. Kita benar-benar diajarkan untuk menjadi buruh magang yang tentunya tidak diupah menurut ketentuan UMR/UMK!

Kebijakan selanjutnya yang diterapkan di masa pandemic yang bersentuhan langsung dengan Pendidikan yakni relokasi APBN yang tidak tepat (lihat Perppu No. 1 Tahun 2020), rezim hari ini benar-benar tidak peduli dengan situasi dan kondisi rakyat dimasa pandemic, tetapi lebih peduli kepada penjagaan iklim investasi serta stabilisasi pertumbuhan ekonomi. Maka dari itu sangat wajar jika Kemendikbud menolak mengembalikan uang kuliah kita. Bahkan ada asumsi bahwa uang kuliah kita semester ini digunakan untuk menutupi defisit yang dialami oleh kampus-kampus PTN akibat kegagalan pelaksanaan korporasi akademiknya sebagai salah satu pemasukan non-APBN yang menunjang kegiatan pembelajaran di kampus. Selain kebijakan Kampus merdeka dan relokasi angaran APBN yang mulai dijalankan dimasa pandemic covid 19 system perkuliahan jarak jauh berbasis online pun diterapkan dengan tujuan agar proses perkuliahan tetap berjalan sebagaimana yang telah di rencanakan kampus sebelum adanya covid ini ada.Tak terkecuali kampus Universitas Negeri Makassar (UNM).

Baca Juga : PT Masmindo Dwi Area Perkuat Komitmen Pendidikan Lewat Beasiswa untuk Mahasiswa Lingkar Tambang

Tetapi dalam pelaksanaanya terbukti banyak bermasalah. Perkuliahan jarak jauh melalui daring merupakan suatu kesulitan, dikarenakan tidak efektifnya peroses pembelajaran,
terbukti masih adanya beberapa dosen yang belum siap memakai aplikasi yang diterapkan dalam peroses perkuliahan jarak jauh serta susahnya akses internet bagi mahasiswa yang ada di daerah pelosok dan bertambahnya kuota internet untuk melaksanakannya. Apalagi kampus hanya memberikan subsidi kuota internet 10 GB saja kepada mahasiswa selama perkulihan jarak jauh ini berlangsung.Tidak sebanding dengan UKT yang sebelumnya dibayarkan mahasiswa.

Sejatinya Perkuliahan jarak jauh ini dengan hanya memberikan subsidi kuota 10 Gb saja menandakan adanya UKT yang tidak terdistribusikan dengan baik dimasa pandemic covid
19. Merujuk dalam Permendikti NO 30 tahun tahun 2019 tentang SSBOPT.Terkait dengan apa rician yang seharsunya terbiayai dalam Biaya kuliah tunggal (BKT), biasanya dikenal dengan biaya oprasional pendidikan tinggi yang dikelompokan kedalam dua komponen yaitu, Biaya langsung (BL) Biaya Tidak langsung (BTL). Dan BKT sendiri hasil dari akumulasi BOPTN+UKT. Sementara dalam peroses perkuliahan jarak jauh melalui daring merupakan kegiatan pembelajaran yang bahkan tidak sama sekali menggunakan sebagian besar dari komponen BKT (BL+BTL), kecuali hanya menggunakan BL SDM (dengan hadirnya dosen sebagai penunjang kegiatan pembelajaran) yang itupun dibiayai oleh negara melalui BOPTN. Artinya ada komponen BKT yang tidak terdistribusikan dengan penuh dikarenakan perkuliahan yang di laksanakn secara daring. Dan jelas dari BKT yang tidak terdistribusikanitu ada UKT mahasiswa tentunya. Apalagi dari sejak tanggal 15 maret mahasiswa tidak lagi menggunakan fasilitas kampus.Dan masa aktif perkuliahan tatap muka di semester genap hanya sekitar satu bulan setengah dari yang seharusnya lima bulan.

Dengan penjelesan diatas tentunya ada tanda tanya besar dikemanakan sisa anggaran BKT yang tidak terdistribusikan itu. Hal tersebut mengundang riakan dikalangan mahasisswa
khususnya Lembaga kemahasiswaan Se UNM dengan meminta transparansi anggaran semester genap dengan merujuk pada undang-undang keterbukaan informasi publik nomor 14 tahun 2008. Dengan harapan sisah anggaran yang tidak terpakai di semester genap selama masa pandemic ini bisa dialihkan ke semester ganjil mendatang dengan kebijakan
pemotongan UKT. Tetapi sampai saat ini pimpinan Universitas Negeri Makassar dalam hal ini rektor terkesan menutup-nutupi transparansi anggaran tersebut. Hal tersebut memunculkan mosi ketidakpercayaan mahasiswa kepada rektor universitas Negeri Makassar dengan adanya indikasi penyelewengan anggran, padahal sejatinya kampus berprinsip transparan dan akuntabel. Apalagi dimasa pandemic sekarang Ditengah krisis multidimensi berbagai buntut dari covid 19, posisi kelas ekonomi rentan makin jadi semakin terhimpit. Eskalasi angkah PHK serta penurunan tingkat pendapatan dari orang tua mahasisswa yang membiayai membuat kemampuan untuk melanjutkn kuliah makin sulit. Dari hasil riset treman- teman BEM UNM, hanya terdapat sekitar 17% dari orang tua mahasiswa yang pendapatannya tidak menurun selama pandemi ini, dan selebihnya, sekitar 83% orang tua dari mahasiswa menurun secara signifikan.

Baca Juga : SMA Ittihad Eksplorasi Pengenalan Dunia Kampus di Kalla Institute

Jika kita melihat dari segi pekerjaan orang tua mahasiswa di Universitas Negeri Makassar sendiri, sekitar 26% merupakan petani, 21% pedagang/wiraswasta, dan sekitar 8% pekerjaan lain-lain diluar dari dosen maupun ASN. Di satu sisi, kebijakan keringanan UKT yang dituntut oleh sebagian besar mahasiswa masih cenderung dikesampingkan dan tak dilihat secara bijak di pemerintahan, hal tersebut terlihat dari pusat sendiri yakni KEMDIKBUD yang seolah lepas tangan dan menyerahkan sepenuhnya pada kampus untuk membuat kebijakan tersendiri akibat dari legalitas hukum yang diberikan berupa kewenangan kampus untuk mengatur otonomi pengelolaannya secara mandiri (Pasal 62, UU No. 12 Tahun 2012). Di sisi lain, kampus yang dalam hal ini telah diberikan kewenangan untuk membuat kebijakan justru seolah melempar tanggungjawab dengan menunggu instruksi dari kementerian terkait dalam pengambilan kebijakan untuk meringankan UKT Mahasiswa. Hal ini akan berdampak pada banyaknya teman-teman mahasiswa yang tidak bisa melanjutkan kuliah di semester depan akibat tidak mampu membayar UKT. Jadi patut kiranya agar pihak-pihak yang terkait dalam hal ini Kemendikbud dan pimpinan kampus dalam hal ini rektor Universitas Negeri Makassar untuk saling bersinergi dengan lebih memperhatikan keadaan ekonomi mahasiswa apalagi ditengah pandemi seperti sekarang ini dengan mengeluarkan kebijakan yang tepat sasaran yakni pemotongan UKT untuk semester depan minimal 50%.

Cek berita dan artikel yang lain di Google News

Yuk berbagi informasi tentang Sulawesi Selatan dengan join di group whatsapp : Citizen Journalism Sulsel

 Youtube Sulselsatu

 Komentar

 Terbaru

Makassar25 November 2024 22:48
Seminar Kesehatan dan Donor Darah Meriahkan Peringatan Hari Guru di SIT Al Fatih
SULSELSATU.com, MAKASSAR – Sekolah Islam Terpadu (SIT) Al Fatih memperingati dan menyemarakkan Hari Guru dirangkaikan Hari Kesehatan Nasional de...
Politik25 November 2024 22:39
Bawaslu Diminta Kawal Wilayah dari Serangan Fajar
SULSELSATU.com, MAKASSAR — Wali Kota Makassar, Mohammad Ramdhan Pomanto, menyoroti maraknya praktik politik uang atau serangan fajar menjelang Pem...
Metropolitan25 November 2024 22:36
Tok! APBD Makassar 2025 Capai Rp5,7 Triliun
SULSELSATU.com, MAKASSAR — Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Makassar resmi menyepakati Anggaran ...
Hukum25 November 2024 21:36
12 Daerah Rawan di Sulsel Dapat Pengamanan Khusus untuk Pilkada 2024
SULSELSATU.com, MAKASSAR — Polda Sulawesi Selatan (Sulsel) telah memetakan 12 daerah yang bakal menjadi perhatian khusus dalam proses pemungutan sua...