SULSELSATU.com – Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengevaluasi kinerja Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan (BG) terkait kasus Joko Soegiarto Tjandra atau Djoko Tjandra.
Kurnia Ramadhana menyinggung peran BIN dalam memulangkan dua buronan kasus korupsi, yakni Totok Ari Prabowo, mantan Bupati Temanggung yang ditangkap di Kamboja pada tahun 2015 lalu, dan Samadikun Hartono di Cina pada tahun 2016. Namun, di bawah kepemimpinan BG, Kurnia mengatakan tidak ada satupun buronan korupsi yang mampu dideteksi oleh BIN.
“Oleh sebab itu, ICW mendesak agar Presiden Joko Widodo harus segera mengevaluasi kinerja Kepala BIN, Budi Gunawan, karena terbukti gagal dalam mendeteksi buronan kasus korupsi, Djoko Tjandra, sehingga yang bersangkutan dapat dengan mudah berpergian di Indonesia,” ucap Kurnia dikutip detikcom, Selasa (28/7/2020).
Baca Juga : VIDEO: DPR RI Setujui Pemberhentian Budi Gunawan, Herindra Diangkat sebagai Kepala BIN
“Presiden Joko Widodo segera memberhentikan Kepala BIN, Budi Gunawan, jika dikemudian hari ditemukan fakta bahwa adanya informasi intelijen mengenai koruptor yang masuk ke wilayah Indonesia namun tidak disampaikan kepada Presiden dan penegak hukum,” sambungnya.
Menanggapi hal itu, Deputi VII BIN Wawan Hari Purwanto dalam keterangannya mengatakan BIN tidak memiliki kewenangan penegakan hukum.
“Berdasarkan Pasal 30 UU Nomor 17 Tahun 2011, BIN tidak mempunyai kewenangan penangkapan, baik di dalam maupun di luar negeri. BIN bukan lembaga penegak hukum. BIN memberikan masukan ke Presiden yang sifatnya strategis menyangkut keamanan negara,” kata Wawan, Rabu (29/7/2020).
Baca Juga : VIDEO: BIN Daerah Sulsel Gelar Vaksinasi Untuk Warga Binaan Rutan Kelas II B Jeneponto
Wawan mengatakan pihaknya juga turut serta melakukan kerja memburu koruptor secara tertutup. Wawan mencontohkan buron kasus pembobolan Bank BNI Maria Pauline Lumowa yang berhasil ditangkap dan diekstradisi beberapa waktu lalu.
“Hingga saat ini, BIN terus melaksanakan koordinasi dengan lembaga intelijen dalam dan luar negeri dalam rangka memburu koruptor secara tertutup, sebagaimana terjadi pada kasus penangkapan Totok Ari Prabowo dan Samadikun Hartono. Demikian juga dalam kasus Maria Pauline Lumowa yang ujung tombaknya adalah Kemenkum HAM,” jelas Wawan.
Di sisi lain, Wawan menyebut Djoko Tjandra masih melakukan upaya peninjauan kembali (PK) terhadap kasusnya. Karena itulah, menurut Wawan, BIN tidak bisa mengintervensi proses hukum yang sedang berjalan.
Baca Juga : Target Herd Immunity Tercapai Akhir Tahun, BINDA Sulsel Imbau Warga Segera Vaksin
“Sesuai UU Nomor 17 Tahun 2011, BIN berwenang melakukan operasi di luar negeri. BIN memiliki perwakilan di luar negeri, termasuk dalam upaya mengejar koruptor. Namun, tidak semua negara ada perjanjian ekstradisi dengan Indonesia. Hal ini dilakukan upaya lain. Info yang diperoleh, rata-rata para terdakwa kasus korupsi masih melakukan upaya hukum PK (Peninjauan Kembali),” ujar Wawan.
“Demikian juga masalah Djoko Tjandra, masih mengajukan PK, hal ini menjadi kewenangan yudikatif untuk menilai layak dan tidaknya pengajuan PK berdasarkan bukti baru (novum) yang dimiliki. Jika ada pelanggaran dalam SOP proses pengajuan PK, maka ada tindakan/sanksi. BIN tidak berkewenangan melakukan intervensi dalam proses hukumnya,” lanjut dia.
Editor: Asrul
Cek berita dan artikel yang lain di Google News
Komentar