SULSELSATU.com, MAKASSAR – Politik Dinasti di Pilkada memiliki daya rusak yang besar terhadap semangat good governance karena cenderung koruptif.
Itulah simpulan dari diskusi Komunitas Wartawan Politik Sulsel bersama empat pengamat politik terkait praktik politik dinasti di Pilkada, utamanya pada kasus Pilkada Pasangkayu.
Seperti diketahui, bupati petahana Pasangkayu, Agus Ambo Djiwa mendorong kakak kandung dan istrinya sendiri untuk maju berpasangan di Pilkada Pasangkayu 2020. Pasangan iparan berakronim YES (Yaumil Ambo Djiwa-Herny Agus) ini bersaing dengan dua pasangan calon lainnya.
Baca Juga : 12 Daerah Rawan di Sulsel Dapat Pengamanan Khusus untuk Pilkada 2024
“Politik oligarki ujungnya pasti korupsi. Tidak ada kekuasaan yang melibatkan anggota keluarga yang ujungnya bukan korupsi. Karenanya politik dinasti ujungnya pasti korupsi,” kata pengamat politik dari Universitas Bosowa (Unibos), Arief Wicaksono, Selasa (3/11/2020).
Menurut Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unibos ini, ketika oligarki mewujud di Pilkada, tujuan utamanya adalah penguasaan sumber daya. Sebab sumber daya apapun bentuknya sangat dibutuhkan dalam menjalankan strategi politik.
“Saran saya jika masyarakat Pasangkayu ingin melihat kepemimpinan daerah menjadi lebih sehat, maka harus ada kesadaran bahwa politik dinasti tidak baik bagi demokrasi, bagi pembangunan daerah dan bagi kesejahteraan masyarakat. Harus ada kelompok masyarakat yang concern memberikan edukasi kepada publik di Pasangkayu,” tandasnya.
Baca Juga : Pemprov Sulsel Godok Pjs di 5 Daerah
Pengamat politik dari Universitas Hasanuddin, Hidayat Muallim sependapat. Menurutnya politik dinasti kontraproduktif terhadap semangat demokrasi yang sehat.
“Pilkada bukannya mengurangi oligarki politik, malah memperkuat politik dinasti. Padahal secara prinsip substansi demokrasi, politik dinasti cenderung kontraproduktif karena sarat KKN (korupsi kolusi dan nepotisme),” tegas Hidayat.
Hidayat mengutip hasil survei PT Pedoman Suara Indonesia mengenai persepsi masyarakat Pasangkayu terhadap politik dinasti pada awal Oktober 2020 lalu.
Baca Juga : Parpol Non Parlemen Boleh Mengusung Cakada Berdasarkan Putusan MK
Berdasarkan survei itu, 59,3 persen masyarakat Kabupaten Pasangkayu tidak setuju dengan praktik politik dinasti yang dilakukan petahana bupati, Agus Ambo Djiwa. Hanya 20,4 persen yang setuju dengan politik dinasti klan Ambo Djiwa. Dan 2,5 persen yang ragu-ragu antara setuju atau tidak.
“Hasil survei membuktikan bahwa di daerah ujung Sulbar tepatnya di Kabupaten Pasangkayu sekalipun, terjadi keresahan masyarakat terhadap politik dinasti,” imbuhnya.
Editor: Asrul
Cek berita dan artikel yang lain di Google News
Komentar