SULSELSATU.com, MAKASSAR – Upaya memojokkan dan memfitnah pasangan M Ramdhan Pomanto-Fatmawati Rusdi (Danny-Fatma) masih saja terus dihembuskan satu hari jelang pencoblosan Pilkada Makassar.
Gagal mendiskualifikasi duet nomor urut 1 ini, muncul lagi isu memecah belah Danny dengan Fatma. Isu hoaks dan omong kosong ini diwacanakan lawan politik pasca Danny dilapor ke polisi terkait tuduhan terhadap Jusuf Kalla (JK) dalam bentuk rekaman suara.
Bila duet ini terpilih, Danny disebut-sebut bakal berurusan dengan pihak kepolisian usai kontestasi Pilwalkot Makassar 2020. Padahal, tuduhan tersebut sama sekali tak berdasar. Pasalnya, mengganti seorang wali kota bukan semudah membalikkan telapak tangan. Banyak prosedur yang mesti dilalui.
Tudingan dan fitnah ini beredar di media sosial. Termasuk oknum pendukung kubu rival Danny-Fatma, memposting di group WhatsApp Info Pilwali Makassar. Membagikan link berita, lalu mengeditnya dengan memasukkan kata-kata yang masuk kategori pencemaran nama baik.
Hanya saja, fitnah itu justru membuat beberapa pengguna WA yang ada di group tersebut, kurang meresponsnya. Mereka justru mempertanyakan apa motifnya, dan terkesan sudah kehabisan akal untuk menjatuhkan Danny-Fatma.
“Ada-ada saja,” timpal salah seorang pengguna WhatsApp menanggapi fitnah dari oknum pendukung rival ADAMA itu, Senin (6/12/2020).
Sebelumnya, Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun, memberi analisisnya mengenai rekaman suara Danny. Menurutnya, orang yang bertanggung jawab atas bocornya percakapan pribadi itu adalah yang merekam dan mempublikasikan. Sebab, kata Refly, menjadi hak setiap orang untuk melakukan analisis politik.
Menurut Refly, tiap percakapan harus dibagi atas ranah publik dan ranah privat. Percakapan yang dilakukan dalam rumah berarti bersifat pribadi dan itu adalah adalah hak tiap orang.
“Kalau memang benar bahwa ini adalah percakapan privat yang direkam secara unlawful interception (penyadapan yang tidak sah), ya, maka harusnya Danny Pomanto tidak bersalah karena dia tidak maksudnya ini sebagai konsumsi publik yang bisa dianggap melanggar Undang-Undang ITE, melakukan fitnah, ujaran kebencian, provokasi, dan sebagainya,” jelas Refly di kanal Youtube pribadinya.
Dengan begitu, lanjut dia, yang mesti dicari adalah orang yang merekam lalu menyebarluaskannya.
“Yang harus dicari adalah orang yang merekam dan menyebarluaskan ini. Konteksnya pasti pilkada karena kita tahu bahwa Danny Pomanto adalah salah seorang calon kuat dalam pemilihan wali kota di Makassar,” demikian Refly. (*)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News
Komentar