SULSELSATU.com, JAKARTA – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali semestinya mengembalikan aset milik mantan Kepala BPN Denpasar dan Badung, Tri Nugraha senilai Rp71 miliar yang disita sebelumnya kepada ahli waris. Hal ini lantaran Kejati Bali telah memutuskan menghentikan penyidikan kasus dugaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) setelah Tri bunuh diri di toilet Kejati Bali pada Agustus 2020 lalu.
Demikian disampaikan Pakar Hukum Pidana Universitas Islam Indonesia (UII), Mudzakir menanggapi rencana PT Bali untuk menjual atau melelang aset senilai Rp71 miliar milik Tri Nugraha. Padahal, Kejati Bali telah memutuskan menghentikan penyidikan perkara dugaan gratifikasi dan pencucian uang yang menjerat Tri.
“Kalau kasusnya udah ditutup harta kekayaan dikembalikan. Berarti harta kekayaan dipandang sebagai hasil yang sah,” kata Mudzakir saat dikonfirmasi awak media, Jumat (22/1/2021).
Ditegaskan Mudzakir, jaksa tidak boleh melelang atau menjual barang bukti perkara tanpa adanya dasar hukum atau penetapan pengadilan. Hal ini penting untuk kepastian hukum.
“Jaksa tidak boleh melelang karena tidak ada dasar hukum untuk melelang. Lelang baru terjadi kalau ada status harta kekayaan itu. (Kalau kasusnya ditutup). Dikembalikan semuanya karena statusnya itu nggak bisa hanya disita saja,” katanya.
Jika memang meyakini aset yang telah disita merupakan hasil tindak pidana gratifikasi atau terkait dengan tindak pencucian uang, jaksa seharusnya mengajukan gugatan secara perdata. Dari proses tersebut, pengadilan yang memutuskan apakah aset tersebut merupakan hasil pencucian uang yang harus dilelang. Sebaliknya, jika pengadilan memutuskan tidak terkait dengan tindak pidana, aset-aset tersebut dikembalikan kepada ahli waris.
“Jadi tindak pidana korupsi tadi bergeser pada gugatan perdata. Kalau bisa membuktikan harta itu miliknya almarhum, tidak ada tindak pidana pencucian uang,” katanya.
Mudzakir mengingatkan Kejati untuk berhati-hati dalam menangani aset terkait perkara ini. Jangan sampai Kejati melampui kewenangan dan menegakkan hukum dengan cara melanggar hukum lantaran melelang atau menjual aset tanpa penetapan pengadilan. Apalagi, penyidikan perkara tersebut sudah dihentikan.
“Kalau penegakan hukum dengan cara melanggar hukum yang justru merugikan kepentingan-kepentingan orang lain itu penegak hukum kesalahannya atau dosanya ada dua. Dosa pertama dia menegakkan hukum nggak benar, dosa yang kedua adalah mengurangi harta kekayaan orang lain secara tidak sah,” tegasnya.
Editor: Didi
Cek berita dan artikel yang lain di Google News
Komentar