SULSELSATU.com, Jeneponto – Terdakwa kasus dugaan korupsi Jembatan Bosalia Jeneponto, Aidil Arnas, menanggapi aksi unjukrasa terkait vonis bebasnya. Aidil menilai, pengunjukrasa tidak mengetahui fakta yang terungkap di persidangan.
Arnas Aidil yang dikonfirmasi awak media di kediamannya, Jumat (13/8/2021) malam, mengatakan unjukrasa itu sah-sah saja. Namun harus didukung fakta-fakta yang ada.
“Saudara Nurul Imam (pengunjukrasa) ini, dia tidak pernah membaca surat dakwaan. Tidak mengetahui fakta yang terungkap di persidangan maupun keterangan saksi atau ahli,” ujarnya.
Arnas keberatan atas pertanyaan Nurul Imam selaku koordinator unjukrasa. Lantaran ada beberapa poin yang dilontarkan oleh pendemo keliru.
“Berapa peryataannya adinda Nurul Imam ini dia selalu berpendapat terdakwa itu harus dihukum kalau disidang. Itukan suatu kesalahan dan kurang pengetahuannya,” pungkasnya.
Aksi unjukrasa itu dilakukan sejumlah aktivis yang tergabung dalam Gerakan Aktivis Mahasiswa (GAM) depan kantor Kejaksaan Negeri Kabupaten Jeneponto, Kamis (29/7/2021). Setelah vonis bebas kasus dugaan korupsi yang menyeret lima tersangka. Salah satunya adalah Aidil Arnas yang merupakan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kabupaten Jeneponto.
“Nurul Imam harusnya membaca aturan hukum yang ada, bukan dinilai hanya memiliki keberanian dalam berpendapat saja. Tanpa memiliki dasar atau fakta,” katanya lagi.
“Apalagi ini mungkin tidak pernah membaca aturan hukum kalau hanya memiliki keberanian untuk berpendapat. Yang benar adalah, terdakwa dipersidangan tidak harus di hukum. Akan tetapi bagaimana hukum itu ditegakkan walaupun langit akan runtuh,” lanjut Aidil.
Aidil berpendapat jika terdakwa yang telah di mvonis bebas oleh majelis hakim, maka orang tersebut dinyatakan tidak terbukti bersalah.
“Dan saya sebagai terdakwa tidak terbukti bersalah haruslah dibebaskan atau divonis bebas. Dan itu tidak haram. Jika Pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwaaan kepada saya terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana. Maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan. Agar dimengerti dan dipahami. Jangan hanya berpendapat copot hakimnya,” katanya.
Lebih jelas Aidil menjelaskan bahwa proyek Jembatan Bosalia tersebut sebenarnya dikerjakan dua tahap. Dimana tahap pertama itu pada tahun 2016. Tahap kedua pada 2017.
“Kemudian mengenai kenapa jembatan itu tidak sesuai, itukan sebenarnya dikerja dua tahap. Tahap pertama itu kan di 2016 hanya pekerjaan jalan masuknya dengan pondasinya,” ucapnya.
Sedangkan di tahun 2017 tersebut pihaknya menganggarkan pekerjaan itu senilai Rp 8 milyar. Hanya saja, prosesnya gagal lelang. Sebab, tak ada rekanan yang mau mendaftar.
“Lalu uangnya yang Rp8 miliar itu kembali lagi ke Kementerian Keuangan sumbernya dari DAK juga. Gagal lelang. Nah inilah persepsinya teman-teman diluar selalu jembatan itu tidak selesai dan dikerja dua tahap. Itu yang saya mau luruskan,” tegasnya.
Aidil menyebut pengunjukrasa membuat opini seolah-olah jembatan ini tidak di kerja. “Padahal anggarannya memang baru untuk pondasi. Jadi seperti itu,” papar Arnas.
Bukan hanya itu, Aidil juga menilai penyidik Polres Jeneponto yang menangani kasus tersebut, terkesan tergesa-gesa dalam menetapkan 5 tersangka, termasuk dirinya.
“Iya berdasarkan berkas yang saya terima, ini pun diberikan di persidangan lebih duluan ditetapkan tersangka tanggal 19 Agustus. Kemudian hasil audit BPKP itu nanti dua bulan, kalau tidak salah 22 atau 30 September,” terangnya.
“Kemudian keterangan saksi ahli sekitar bulan itu juga September. Jadi artinya kami dituduh mencuri, tapi belum tahu apa dicuri. Inikan kesalahan penyidiknya,” pungkasnya.
Adapun Kelima orang divonis bebas hakim Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Makassar adalah Aidil Armas, Andi Sumardi, M Takdir Takko, Rahmat Makmur dan Abd Malik.
Sementara dokumen yang diterima Sulselsatu.com terkait hasil audit BPKP atas dugaan Korupsi pembangunan Jembatan Bosalia yang dikeluarkan pada 22 Oktober 2019 dengan nomor: SR-621/PW21/5/2019 yakni sebesar Rp669.400.222,76.
Cek berita dan artikel yang lain di Google News
Komentar