Sukamiskin, 1 September 2021.
Surat terbuka ;
Kepada semua pemerhati hukum.
Saya Prof. Dr Otto Cornelis Kaligis, sekarang berdomisili hukum sementara di Lapas Sukamiskin, bersama ini mengajak semua rekan penasehat hukum yang punya nurani keadilan untuk merenungkan runtuhnya penegakan hukum di bumi Indonesia.
Baca Juga : OC Kaligis Ditunjuk Jadi Pengacara Lukas Enembe
Dengan terang benderang saya berani mengatakan di sini, penyebab runtuhnya supremasi hukum di negeri ini adalah hanya karena ulah seorang Tersangka Penganiaya dan Pembunuh bernama Novel Baswedan. Sosok yang menguasai media, menguasai ICW, LSM, Ombudsman, Komnas HAM dan semua para Professor yang buta hukum — sehingga mudah diprovokasi untuk ikut berkonspirasi bersama Novel Baswedan hanya untuk menyesatkan penegakan hukum.
Hancurnya penegakan hukum dimulai dari KPK melalui Undang-Undang No. 30/2002… Adalah ketua komisioner Antasari, seorang Jaksa yang punya reputasi, yang hendak membersihkan korupsi di KPK.
Antasari pun berhasil, dimulai dari terjaringnya Tersangka korupsi Bibit dan Chandra Hamzah, yang dua-duanya sempat menjabat sebagai komisioner KPK. Hasil investigasi Antasari, menyebabkan Bibit-Chandra Hamzah, disangka dan ditetapkan sebagai Terdakwa korupsi. Mereka pun sempat ditahan di Mako Brimob, setelah Kejaksaan menetapkan kasus korupsi mereka dinyatakan berkasnya lengkap alias P-21.
Baca Juga : VIDEO: Pelaku Penyiram Air Keras ke Novel Baswedan Resmi Ditahan
Antasari berhasil membersihkan KPK, sekalipun karena keberaniannya menangkap besan Presiden SBY sdr Aulia Pohan, akhirnya Antasari pun dijebloskan ke penjara melalui rekayasa kasus pembunuhan.
Belum lagi jera menjadi markus dalam perkara PT. Masaro, kembali oknum KPK berulah dalam kasus Nazaruddin…. Sejumlah nama terseret kasus pengurusan proyek. Nazaruddin bahkan bisa bertemu langsung dengan Chandra Hamzah di kamar kerjanya.
Pemeriksaan Kode Etik di era Nazarudin, saya hadiri bersama staff saya saudara Boy dan Dea Tunggaesti… Bibit juga hadir selaku anggota pemeriksa Etik. Saya keberatan karena Bibit masih berstatus Tersangka kasus korupsi deponering. Namanya tak pernah dipulihkan.
Bagaimana mungkin seorang Tersangka bisa ikut mengadili di persidangan Kode Etik.?! Namun keberatan saya diabaikan Abdullah Hehamahua selaku Pemimpin pemeriksaan Etik. Media pendukung, sama sekali tidak membuka peranan busuk Chandra Hamzah sekalipun terungkap beberapa kali pertemuan Nazaruddin dengan Chandra Hamzah.
Hasil akhir keputusan Abdullah Hehamahua adalah membebaskan Chandra Hamzah dari pelanggaran Etik.
Beda dengan pemeriksaan etik saudari Lili Pintauli Siregar. Tentu yang hadir pun kecewa, termasuk anggota Etik DR. Nono Makarim.
Mengapa sejarah peristiwa itu saya kaji kembali.?! Tidak lain adalah untuk bisa membandingkan putusan Wakil Ketua Komisioner KPK Lili Pintauli Siregar dengan para anggota komisioner Chandra Hamzah, Bibit dan kawan kawan.
Bahkan dengan hukuman etik terhadap Lili,. Pers pendukung Novel Baswedan pun terus- menerus menggiring berita untuk bubarkan KPK pimpinan Firli Bahuri…???
Pertanyaannya, apakah saudara Lili Pintauli mempengaruhi kasus Walikota Tanjung Balai.? Mengapa tidak ada media yang berani memberitakan berita putusan Pengadilan Bengkulu yang memerintahkan agar sdr Novel Baswedan itu pun segera diadili!
Pengaruh Novel Baswedan bisa meruntuhkan supremasi hukum NKRI – memang luar biasa. Untuk membekukan kasus pidana Novel Baswedan saja, sampai diadakan pertemuan antara pimpinan Komisioner KPK sdr Agus Rahardjo dengan Jaksa Agung Prasetyo, untuk membicarakan kasus pembunuhan sdr Novel Baswedan agar tidak dilanjutkan…???
Bukankah mereka seharusnya menjadi teladan penegakan hukum.?! Bukan sebaliknya masuk organisasi pembela pembunuh…???
Kalaupun benar Lili Piintauli hanya ditelpon Tersangka Walikota Tanjung Balai itu, lalu bagaimana dengan pemeriksaan etik terhadap Chandra Hamzah, atau perbuatan “markus” saudara Ade Rahardja yang berkali-kali menghubungi Ir. Arie Muladi, untuk memeras Anggodo.?! Atau bagaimana peranan beberapa anggota KPK mengurus proyek dalam kasus Nazaruddin, yang bendahara Partai Demokrat? Mengapa Saut Situmorang, Novel Baswedan dkk tidak ramai-ramai saja menggiring Ade Rahardjo, Chandra Hamzah ke pengadilan.?!
Termasuk peranan Abraham Samad yang bolak balik menghubungi petinggi Nasdem dan PDIP, lobby untuk meloloskan dirinya menjadi wakil Presiden RI…???
Bukankah menurut Saut Situmorang, sesuai peraturan Etik KPK,.. kasak kusuk Abraham Samad atau tindakan Chandra Hamzah yang mesra berhubungan dengan Nazaruddin, bukan saja termasuk pelanggaran Etik tetapi juga terbilang masuk kategori tindak Pidana?
Pokoknya apabila yang terlibat oknum KPK di era Agus Rahardjo, Saut Situmorang, Novel Baswedan, Abdullah Hehamahua, komplotan pencitraan KPK, media, ICW, LSM pendukung termasuk Mata Najwa yang dendam abadi terhadap para warga binaan, mereka pun diam seribu bahasa.
Sejak DPR RI melakukan supervisi terhadap KPK-nya Novel, di saat itu KPK melakukan perlawanan melalui gugatan ke Mahkamah Konstitusi.
Bahkan OTT KPK sebelum Firli diberitakan sebagai jasa tunggal tindakan sdr Novel Baswedan, sekalipun para praktisi mengetahui bahwa tindakan penyelidik dan penyidik KPK adalah tindakan kolektif.
Perlawanan memuncak menjelang Firli Bahuri menjalani fit and proper test, yang meloloskan Firli Bahuri ke kursi Ketua Komisioner KPK.
Puncak perlawanan tanpa henti yang dilakukan Novel Baswedan, terjadi di saat pengesahan revisi UU KPK yang baru, sekaligus dilakukannya pelantikan Dewan Pengawas oleh Bapak Presiden Joko Widodo.
Di saat itu, kekuasaan Novel Baswedan surut, karena semua tindakannya berada di bawah pengawasan Dewan Pengawas.
Yang paling menjengkelkan Novel Baswedan, adalah dilakukannya saringan ujian untuk lolos jadi Aparatur Sipil Negara. Yah, Test Wawasan Kebangsaan adalah perintah Undang-undang.
Upaya hukum kelompok Novel terkait TWK kandas, berakhir dengan kekalahan Novel Baswedan Cs.
Namun, putusan MK yang _Erga Omnes_, tertinggi di atas putusan-putusan Mahkamah lainnya, masih juga tidak rela dipatuhi baik oleh Ombudsman maupun Komnas HAM. Lalu mau dikemanakan NKRI sebagai Negara Hukum.?!
Komnas HAM bahkan masih berupaya menemui Presiden, untuk mendiskusikan temuan test kebangsaan yang diperiksanya. Komnas HAM tidak peduli akan pembunuhan warga sipil di Papua yang lagi mengais rejeki, membangun jalan? Atau pelanggaran HAM di Poso yang membantai warga sipil oleh kelompok anarkis?
Saya bukan ahli untuk mengorganisir peradilan jalanan atau mengumpulkan para Professor untuk pencitraan, seperti yang dilakukan Novel dkk.
Perjuangan saya hanya melalui buku, seperti di antaranya ; Korupsi Bibit-Chandra,. KPK Bukan Malaikat,. Yang Kebal Hukum,. Sejarah Hitam KPK,. Novel Pembunuh Bengis, dan Peradilan Sesat… Semua buku saya berlabel ISBN, berisi fakta mengenai KPK yang busuk, yang harus dibenahi oleh KPK di era-nya Firli Bahuri.
Yang menjadi pertanyaan mendasar adalah ; Bagaimana seorang pembunuh sekelas Novel Baswedan, harus dibiarkan saja berkeliaran mengobrak-abrik supremasi hukum.?!
Kuncinya agar hukum itu harus ditegakkan — sesuai dengan cita cita Reformasi, sesuai dengan sumpah Presiden, Kapolri dan Jaksa Agung, adalah sederhana.
Adili Novel Baswedan, Bambang Widjojanto, Abraham Samad dan semua oknum KPK yang perkaranya telah P-21. Termasuk kasus korupsi payment gateway-nya Prof. Denny Indrayana…!!
Jangan lagi ada tebang pilih dalam hal penegakan hukum…!!!
Untuk KPK pimpinan Firli Bahuri, Dewan Pengawas, dan untuk Lili Pintauli Siregar, saya berani berkata agar Anda sebagai aparatur penegak hukum jangan ragu untuk turut memperjuangkan agar Novel Baswedan si pembunuh keji itu segera diadili. Masak cuma Novel Baswedan yang bisa melaporkan Anda.?
Tetaplah berkarya, membuat KPK yang berkeadilan. Abaikan berita-berita hoax Saut Situmorang, kelompok Novel Baswedan yang hendak membawa keputusan Etik itu ke ranah Pidana.
Seandainya Bareskrim Budi Waseso masih bertugas di sana, saya yakin sudah banyak oknum KPK yang dipenjarakan. Mereka lebih pantas ke Lapas, ketimbang Anda… Jangan peduli gerakan sdr Novel Baswedan yang melaporkan hampir semua petinggi KPK era revisi UU KPK.
Tujuan mereka jelas,.. Menghancurkan KPK sekaligus mengembalikan supremasi kelompok penyidik TALIBAN asuhan Abdullah Hehamahua.
Semoga surat terbuka ini membawa manfaat bagi penegakan hukum yang lebih berkeadilan. Saya membuat surat terbuka ini di saat para rekan praktisi hukum diam, sekalipun mereka mengetahui adanya KPK yang busuk, seperti hasil temuan DPR RI ditahun 2018… Termasuk hasil temuan rekan sebagai praktisi ketika membela klien yang dijebloskan KPK.
Pengadilan KPK adalah pengadilan sandiwara. Dakwaan identik tuntutan. Fakta di persidangan selalu dikesampingkan.
Salam Keadilan.
Hormat saya,
Prof Otto Cornelis Kaligis
Cek berita dan artikel yang lain di Google News
Komentar