SULSELSATU.com – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, mengatakan PLTU berbasis batu bara akan naik.
Hal ini sejalan dengan komitmen Indonesia menurunkan emisi karbon terutama dari sektor ketenagalistrikan.
Luhut mengatakan, Green RUPTL 2021-2030 menetapkan persentase energi baru terbarukan (EBT) dalam bauran energi nasional naik menjadi 52 persen di 2030. Dalam kurun waktu 10 tahun ke depan, persentase didominasi oleh PLTA sebesar 25 persen dan PLTS 11,5 persen.
Baca Juga : PLN Tebarkan Sukacita Bersama Panti Asuhan Murni Makassar di Hari Raya Natal 2024
“Mulai tahun 2031, tidak ada lagi pemakaian PLTD (Diesel) dan mulai ada penghentian pengoperasian atau phasing out PLTU bertahap, sehingga diharapkan pada tahun 2060 sudah tidak ada PLTU batu bara yang beroperasi,” jelas Luhut saat Green Energy Outlook 2022, dilansir dari Kumparan.com Kamis (24/2/2022).
Pemerintah juga mendukung akselerasi penggunaan EBT ini dari segi regulasi. Luhut berkata, salah satunya melalui pengesahan UU No 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Aturan ini mengatur pengenaan pajak orang pribadi atau badan usaha penghasil emisi lebih dari batas yang ditetapkan.
Lanjut Luhut, tarif pajak karbon ini ditetapkan paling rendah Rp 30 per kilogram karbondioksida ekuivalen CO2I. “Ketentuan ini akan mengubah posisi PLTU dari pembangkit listrik paling murah menjadi pembangkit mahal yang akan berlaku mulai 1 April 2022,” tutur dia.
Baca Juga : Berlaku Dua Bulan di Tahun 2025, Begini Cara dan Syarat Mendapat Diskon Listrik 50% dari PLN
Untuk menyukseskan target pembangunan pembangkit EBT, Luhut juga mendorong adanya kontribusi besar dari sektor swasta. Pemerintah memperkirakan kepemilikan swasta akan mencapai 64 persen dari total pembangkit yang beroperasi pada tahun 2030.
Dia juga berharap adanya akselerasi penggunaan Kendaraan Listrik Berbasis Baterai (KLBB) dan kompor induksi semakin masif. Targetnya akan ada 2 juta mobil listrik dan 13 juta motor listrik per tahun 2030 mendatang.
“Pemanfaatan KLBB dan kompor induksi sekaligus untuk mengurangi impor BBM dan LPG. Salah satu alasan pemerintah mendorong KLBB ini juga sedang berupaya mengembangkan manufaktur baterai berskala besar di tanah air dengan memanfaatkan sumber daya mineral yang kita miliki,” lanjut Luhut.
Baca Juga : Rumah BUMN Muna Dorong Pemberdayaan Perempuan Lewat Pelatihan Pengembangan UMKM
Inovasi baterai tersebut, jelas dia, juga diterapkan untuk mengefisienkan pengoperasian sistem tenaga listrik dalam mendukung integrasi EBT ke dalam jaringan tenaga listrik. Skala ini tidak kalah besar dengan sistem yang digunakan untuk KLBB.
“Kita posisikan Indonesia turut berpartisipasi penurunan emisi gas rumah kaca untuk menurunkan suhu bumi sampai 1,5 derajat celcius seperti yang dicita-citakan Paris Agreement,” tandasnya.
Cek berita dan artikel yang lain di Google News
Komentar