Konsultan Hukum Perseroda Sulsel Sarankan Untuk Segera Tertibkan 75 Ruko di Latanete Plaza
SULSELSATU.com, MAKASSAR – Rapat menyangkut permasalahan 75 ruko Latanete Plaza yang digelar PT SCI (Perseroda Sulsel) pada tgl 15 Juni 2022 dihadiri oleh sejumlah perangkat daerah terkait, diantaranya Muhammad Hasri dan Asruddin Noer mewakili Inspektorat dan Mauli Yadi Rauf dari Biro Hukum, serta Andi Ulumiddin dari Biro Aset.
Saat pertemuan berlangsung, terdapat dua orang warga yang mengancam akan keluar dari forum rapat karena menganggap apa yang menjadi temuan tersebut adalah masalah internal perseroda dan pemprov sehingga mereka tidak akan melakukan pembayaran.
Sebagai pimpinan rapat, Rendra Darwis selaku Direktur Operasional mengungkapkan bahwa pertemuan ini adalah tindak lanjut dari pertemuan 3 pekan yang lalu dengan warga, sebagai bukti keseriusan kami untuk menindak lanjuti temuan Inspektorat mengenai kerugian negara atas kontrak perpanjangan SHGB pada tahun 2011 yang lalu.
Saat pimpinan rapat membuka pertemuan, warga langsung melakukan interupsi hingga warga menyatakan walk out pada pertemuan tersebut.
Interupsi pertama di ajukan oleh Niki, salah satu warga yang mengancam akan meninggalkan rapat, dia tidak setuju dengan kebijakan PT SCI (Perseroda) yang akan membebani sejumlah pembayaran yang akan diajukan Perseroda atas temuan LHP tersebut.
“Urusan kami dengan Perusda sudah selesai sejak Direksi terdahulu, jangan sampai usulan Direksi hari ini kita setujui, besok Direksi berganti akan lain lagi kebijakannya. Kalau merasa dirugikan silahkan tempuh jalur hukum,” ujar Niki.
Muh Hasri mewakili Inspektorat menegaskan bahwa, selisih paham ini mesti diselesaikan dengan jalan persuasif karena tanah tersebut adalah lahan milik Pemprov yang bangunannya ditempati oleh warga. Adapun temuan tersebut, wajib untuk ditindaklanjuti karena temuan LHP azasnya wajib ditindak lanjut sebagai kebijakan hukum terhadap pengelolaan pemerintahan.
Temuan LHP dimaksud adalah ditemukannya kejanggalan atas perpanjangan HGB tersebut yang merugikan daerah, diantaranya;
1). Harga 1 unit ruko untuk perpanjangan HGB pada tahun 2011 yang lalu hingga 2031 hanya senilai 50.000.000 sd 75.000.000 perunit Ruko 3 Lantai untuk 20 Tahun. Jikalau dirincikan hanya bernilai kisaran Rp. 3.250.000,-/tahun atau 270.000,-/bulan. Nilainya tidak sesuai hasil appraisal tanah dan bangunan yang ada di Jl. Sungai Saddang.
2). Perpanjangan HGB setelah selesai 20 tahun, hanya boleh ditambahkan 10 tahun untuk perpanjangan, dan ternyata diperpanjang hingga 20 tahun. Kebijakan ini tidak sesuai dengan PP Nomor 40 Tahun 1996 tentang HGB aset/lahan daerah.
3). Tidak ada persetujuan prinsip dari Gubernur sebagaimana diamanatkan pada pasal 13 Kempmendagri Nomor 43 Tahun 2000 yang menyatakan bahwa perpanjangan kerjasama pemanfaatan aset harus atas izin prinsip Gubernur 6 (bulan) sebelum habis masa perjanjian.
Mauli Yadi Rauf mewakili Biro Hukum menegaskan bahwa, kehadiran mereka pada pertemuan ini adalah mempertegas sikap Pemprov yang menyarankan kepada Perseroda untuk menjalankan kebijakan hukum LHP untuk meminta pembayaran untuk HGB jangka waktu perpanjangan berkisar senilai Rp400.000.000 setiap Rukonya sesuai dengan nilai appraisal yang diterbitkan dalam perintah LHP Inspektorat.
“Atas kejanggalan kebijakan tersebut, maka kami tetap akan meminta pembayaran yang seharusnya kepada para warga pemegang HGB sesuai dengan aturan dan kebijakan yang diterbitkan oleh Pemprov. Masa ada Ruko, dialih HGBkan selama 20 tahun hanya Rp65.000.000, tidak masuk diakal nilainya. Nilai Rp65.000.000 ini juga pernah disesalkan oleh kapala BPN Kota Makasar saat rapat gabungan Pemprov, Perseroda dan BPN Kota Makassar pada bulan lalu,” ungkap Mauli.
Dalam keterangan persnya, para konsultan hukum PT SCI (Perseroda Sulsel) dalam hal ini; Tarsis Muktar, Mustandar, Muhammad Nursalam, dan Murlianto, setelah memberikan pandangan hukumnya, menyarankan kepada Perseroda bersama Pemprov untuk menempuh langkah penertiban 75 Unit Ruko tersebut jikalau tidak ada niat warga mengganti sejumlah kerugian negara. Sikap ini adalah wajar mengingat temuan LHP adalah profesional adjustment yang harus di tindaklanjuti sebagai langkah hukum atas penyelesaiannya.
Cek berita dan artikel yang lain di Google News