PT Vale Merawat Matano, Menjaga Pariwisata

PT Vale Merawat Matano, Menjaga Pariwisata

SULSELSATU.com, LUWU TIMUR – Danau Matano, satu dari beberapa tujuan wisata di Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan (Sulsel). Keunikan dan keindahannya menjadi magnet wisatawan berkunjung.

Matano merupakan danau terdalam di Asia Tenggara, dengan kedalaman mencapai 590 meter. Terhampar dengan panjang 28 kilometer, serta lebar maksimal mencapai delapan kilometer.

Ketika berada di pesisir danau, sejauh mata memandang, hanya ada hamparan air berwarna biru jernih. Pepohonan hijau rimbun, tampak mengelilingi danau.

Pada beberapa lokasi, seperti Goa Kelelawar, Gugusan Pulau Matano, dan Laa Waa River Park, dasar danau dapat terlihat jelas karena jernihnya air. Fauna yang hidup di danau, seperti louhan dan kepiting gori, bisa terlihat kasat mata.

Kondisi Danau Matano itulah yang berupaya dijaga terus menerus oleh PT Vale Indonesia (Tbk), perusahaan pertambangan nikel yang beroperasi selama 54 tahun di sekitar Matano.

Sejatinya, aktivitas pertambangan memiliki potensi pencemaran terhadap lingkungan. Sebab, pertambangan menimbulkan reaksi pembentukan limbah cair (effluent), berupa total suspended solid (TSS) dan kromium valensi (Cr6+). Limbah ini muncul akibat pembukaan lahan, yang bereaksi dengan udara dan air hujan.

Lamella Gravity Settler teknologi yang digunakan PT Vale melakukan penjernian air untuk menjaga kualitas Danau Matano (Sri Wahyu Diastuti / Sulselsatu.com)

TSS dan Cr6+ ini buruk bagi lingkungan. Sederhananya, jika material ini masuk ke Matano, air akan menjadi keruh. Juga menyebabkan pendangkalan danau, karena sedimentasi. Sementara Cr6+ menyebabkan iritasi pada kulit manusia.

PT Vale mencegah limbah itu langsung ke Matano, dengan 100 lebih kolam sedimen yang terintegrasi dengan Lamella Gravity Settler (LGS). Infrastruktur ini berfungsi sebagai pemurnian limbah air tambang. Ia mereduksi elemen yang terkandung dalam air, utamanya TSS dan Cr6+.

“Di sini kita mendesain bagaimana air limpasan tambang mengalir ke satu titik konsentrasi, atau sedimen pond. Di situlah kita melakukan treatment, baik TSS, dan Cr6+ beberapa parameter baku mutu syarat pemerintah,” ujar Hasliana Amiruddin, Mining Infrastructure PT Vale.

LGS berdiri berkat kerja sama PT Vale dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). LGS diadaptasi dari pengelolaan air milik PDAM. Pengembangan infrastruktur ini dilakukan pada 2011. Beroperasi resmi 2016.

Di LGS terdapat beberapa area. Seperti area yang digunakan untuk menginjeksi fero sulfat untuk mereduksi Cr6+. Dari situ, air melalui slow mixing area, berbentuk kamar bersekat, dengan kedalaman 9 meter.

Di slow mixing area, kotoran yang terkandung di air tereduksi menjadi endapan dengan memanfaatkan gaya gravitasi. Melalui proses ini, air yang keluar memiliki kandungan baku mutu sesuai yang dipersyaratkan, di bawah 200.

Air dari LGS ini kemudian dialirkan ke kolam penampungan. Di kolam itu, kandungan airnya masih akan diuji terlebih dahulu, sebelum dilepas ke aliran yang mengarah ke Matano dan Danau Mahalona.

Gerakkan Pariwisata

Danau Matano yang tetap terjaga kondisi dan keindahannya, berimplikasi pada kunjungan wisatawan.

Di salah satu sisi Danau Matano, terdapat Laa Waa River Park. Objek wisata ini dikelola oleh pemuda Desa Matano lewat Badan Usaha Milik Desa (Bumdes).

Di Laa Waa River Park, terdapat sungai yang airnya mengalir dari pegunungan. Ada dataran yang dimanfaatkan pengunjung menggelar tenda, dengan pemandangan langsung Danau Matano.

Laa Waa River Park (Sri Wahyu Diastuti / Sulselsatu.com)

Laa Waa River Park dikelola secara resmi masyarakat mulai 2020. Sebelum itu, lokasi ini sudah sangat sering dikunjungi wisatawan. Namun, karena tidak diawasi, kondisinya terbengkalai. Sampah berserakan.

“Oleh karena itu, kami terpikir, kenapa tidak kita buat objek wisata sebagai penghasilan, dan membuka lapangan kerja,” kata Amsal, Ketua Pengelola Desa Wisata Matano.

Menurut Amsal, PT Vale berkontribusi besar dalam pengembangan Laa Waa River Park. Seperti memberi bantuan pembuatan dermaga, dan penunjang lain seperti banana dan speed boat.

Dia menjelaskan, pengunjung Laa Waa River Park berasal dari berbagai daerah. Bahkan ada dari Inggris dan Kanada. Ia menggarisbawahi, bahwa pengunjung asing ini bukanlah tamu atau petinggi PT Vale.

Di akhir pekan pengunjung bisa sampai 100 orang lebih. Mereka datang untuk camping, berenang, menikmati danau terdalam se-Asia Tenggara, yang airnya masih terjaga.

Laa Waa River Park menyiapkan fasilitas camping, seperti tenda, karpet, hingga kompor, yang bisa ditebus seharga Rp100 ribu. Khusus untuk biaya masuk Rp10 ribu per orang. Oleh pengelola, pengunjung juga disuguhi masakan Bungkang Gori, kepiting yang hidup di danau.

Dari retribusi yang dipungut itu, pengelola sudah bisa mengantongi keuntungan bersih hingga Rp7 juta per bulan.

Pengembangan Laa waa River Park merupakan bagian dari PPM PT Vale. Lewat program ini, PT Vale ISDA kategori Silver atas pencapaian SDGs 8 Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi.

Cek berita dan artikel yang lain di Google News

Berita Terkait
Baca Juga