SULSELSATU.com, LUWU TIMUR – Sebuah kawasan di pegunungan Sorowako, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan, tumbuh rimbun pepohonan berbagai jenis. Sejuk dan teduh. Tapi dulunya, kawasan itu adalah area pertambangan.
Kawasan itu bernama Himalaya. Luasnya sekitar 12,2 hektare. Terletak di tengah Blok Sorowako, yang masuk dalam kawasan konsesi pertambangan perusahaan nikel PT Vale Indonesia Tbk.
16 tahun yang lalu, Himalaya masih berupa tanah merah khas daerah penggalian tambang. Daerah itu jadi lokasi penambangan PT Vale untuk diambil nikelnya sejak pertama kali memulai operasinya di Luwu Timur, 54 tahun lalu.
Baca Juga : PT Vale IGP Morowali Raih Penghargaan Indonesia Corporate Sustainability Award 2024
Pada 2006, PT Vale memulai proses reklamasi di kawasan tersebut. Langkah itu dilakukan karena penambangan yang diterapkan perusahaan asal Brasil itu adalah sistem terbuka. Sehingga penutupan kembali atau reklamasi, kemudian ditindaklanjuti dengan revegetation, harus dilakukan.
Di dalam kawasan tersebut, ditanam berbagai macam jenis pohon, dengan pembagian 40 persen tanaman pionir dan 60 persen tanaman fast growing atau cepat tumbuh. Tanaman-tanaman itu juga termasuk jenis multipurpose tree species.
Salah satu pohon yang ditanam di areal itu adalah agathis atau dammar. Pohon itu ditanam tahun 2006 saat reklamasi pertama kali dilakukan. Di papan petunjuk, pohon itu ditanam oleh Purnomo Yusgiantoro, Menteri Pertambangan saat itu. Sekarang, pohon itu tumbuh sekitar 10 meter.
Baca Juga : PT Vale Indonesia Tegaskan Komitmen Keberlanjutan Mendukung Transisi Energi Bersih di COP29
Selain agathis, jenis lain yang ditanam di kawasan ini adalah kayu manis, beringin, bunu, jabon merah, jabon putih, johar, kayu afrika, mahoni, termasuk pohon multiguna seperti nangka, durian, dan mangga.
PT Vale melakukan relamasinya dengan berbagai tahapan. Dimulai dari penimbunan kembali, pembentukan kontur, penghamparan tanah pucuk atau top soil. Lalu pembuatan pengendalian erosi, drainase dan pond. Tahap selanjutnya adalah pemupukan menggunakan kompos.
Baca Juga : PT Vale dan GEM Kolaborasi Strategis Investasi Produksi Nikel Net-Zero, Disaksikan Presiden Prabowo Subianto
Kemudian, PT Vale menuju tahap penanaman tanaman pionir dan fast growing. Setelah itu, dilakukan kegiatan pemeliharaan. Di dalam tahapan ini dilakukan pendangiran dan penyulaman, atau penggantian tanaman yang mati.
“Kami memiliki tim desain yang melakukan semua proses ini. Mereka melakukan pengaturan-pengaturan, seperto kontur, untuk mengatur drainase. Jadi tidak sekadar ditimbun dan ditanam. Semua proses itu menghabiskan Rp300 juta lebih tiap hektarenya,” ucap Junior Rehabilitation Engineer PT Vale, Nisma Yani di lokasi kawasan Himalaya, Senin, (19/12/2022).
Bibit pohon yang ditanami di kawasan tersebut tidak diambil dari luar daerah, melainkan melalui proses pembibitan yang dilakukan PT Vale, lewat fasilitas bernama Nursery.
Baca Juga : Kementerian ESDM Jadikan PT Vale IGP Pomalaa Teladan Praktik Pertambangan Berkelanjutan
Di dalam lokasi Nursery seluas 2,5 hektare lebih, terdapat beberapa kompartemen. Seperti propagation house, green house, cutting house, dan set house.
Nursery berkapasitas 700 ribu bibit pohon per tahun, yang dibagi dalam 4 siklus penanaman. Ratusan ribu pohon itu terdiri atas 80 jenis. Termasuk jenis gaharu, yang mulai langka karena ditebangi masyarakat di pegunungan Luwu Timur.
Baca Juga : PT Vale Indonesia Pakai HVO untuk Operasional Alat Berat
Di Nursery, juga terdapat pohon-pohon yang buahnya menjadi konsumsi hewan endemik. Seperti picus rangkong. Buah dari pohon ini adalah makanan dari burung rangkong yang dulunya banyak ditemukan di pegunungan Luwu Timur.
Dari Nursery ini, jutaan bibit pohon sudah disebar ke ribuan hektare lahan reklamasi. Saat ini, PT Vale telah mereklamasi 3.471 hektare lahan bekas tambang. Angka itu 63 persen dari total lahan konsesi yang telah dibuka seluas 5.428 hektare.
Menurut Nisma, PT Vale khusus pada 2022 ini menargetkan mereklamasi 293,44 hektare lahan bekas tambang di Blok Sorowako. Selama periode Januari hingga pertengahan Desember 2022, sudah terealiasasi 280 hektare lebih.
“Sekarang yang direklamasi tahun 2006 bentukannya sudah menyerupai original forest atau tidak pernah disentuh, atau hutan perawan, yang seperti belum memasuki kegiatan mining,” ucap Nisma.
Hingga saat ini, PT Vale telah mengeluarkan miliaran rupiah untuk mengembalikan kondisi lahan bekas tanah, lewat proses reklamasi dan rehabilitasi.
COO PT Vale, Abu Ashar mengungkapkan, mengeluarkan dana, sekalipun mencapai miliaran rupiah bukanlah menjadi perhatian perusahaan. Sebab, itu adalah bagian dari rutinitas yang wajib dilaksanakan.
“Sejak PT Vale beroperasi sangat konsen dengan lingkungan, sehingga jika berbicara dengan berapa biaya yang dikeluarkan untuk lingkungan, itu bukan perhatian khusus, karena itu bagian dari rutinitas kami setiap tahun untuk mengeluarkan anggaran demi lingkungan,” kata Abu.
Cek berita dan artikel yang lain di Google News
Komentar