Tamalate Tanah Para Raja Imperium Gowa-Tallo, Rudianto Lallo: Perlu Kita Bangun

Tamalate Tanah Para Raja Imperium Gowa-Tallo, Rudianto Lallo: Perlu Kita Bangun

SULSELSATU.com, MAKASSAR – Ketua DPRD Kota Makassar Rudianto Lallo menilai Kecamatan Tamalate harus dikembangkan. Wilayah ini berpotensi besar dijadikan tempat pariwisata.

Rudianto Lallo juga menyinggung sejarah Tamalate. Ia mengatakan, bahwa daerah yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Gowa ini merupakan tanah para raja.

Tamalate tempo lalu merupakan teritorial dari hegemoni monarki Kerajaan Gowa-Tallo. Baru pada 1971, wilayah ini masuk menjadi wilayah administrasi Kota Makassar.

“Tamalate ini adalah kampung tua, dulu menjadi wilayah Gowa. Tahun 71 baru masuk Makassar. Ini tanah para raja,” kata Rudianto Lallo di sela-sela Jalan Sehat Anak Rakyat, Minggu (29/1/2023).

Politisi NasDem ini menyebut, bahwa Kecamatan Tamalate harus dibangun. Menurutnya, wilayah ini sangat cocok dijadikan salah satu spot pariwisata di Kota Daeng.

Pembangunan Kecamatan Tamalate untuk titik pariwisata bisa dimulai dari semenanjung Sungai Jene’berang.

“Ini potensi pariwisatanya luar biasa (besar). Saya baru menyaksikan tadi. Ini bisa kita sulap. Memang perlu kita bangun Tamalate ini,” pungkasnya.

Diketahui, Makassar sebelumnya merupakan wilayah Kerajaan Gowa-Tallo. Gowa-Tallo merupakan salah satu imperium terbesar di dunia yang dikenal dengan perdagangannya, pendidikan hingga politiknya.

Mengutip kanal resmi Pemkot Makassar, dahulu Makassar disebut sebagai Bandar Makassar yang berada di muara Sungai Tallo dengan pelabuhan niaga kecil pada penhujung abad ke XV.

Bandar Tallo awalnya berada di bawah kekuasaan Kerajaan Siang di sekitar Pangkajene.

Baru pada pertengahan abad XVI, Tallo bersatu dengan sebuah kerajaan kecil lainnya yang bernama Gowa, dan mulai melepaskan diri dari Kerajaan Siang.

Bandar Makassar sempat dipindahkan ke muara Sungai Jene’berang akibat masifnya aktivitas pertanian yang mengakibatkan pendangkalan Sungai Tallo.

Di sinilah terjadi pembangunan kekuasaan kawasan istana oleh para ningrat Gowa-Tallo yang kemudian membangun pertahanan Benteng Somba Opu, yang 100 tahun kemudian menjadi wilayah inti Kota Makassar.

Hubungan Makassar dengan dunia Islam diawali dengan kehadiran Abdul Ma’mur Khatib Tunggal atau Dato’ Ri Bandang yang berasal dari Minangkabau, Sumatera Barat, yang tiba di Tallo pada September 1605.

Datuk Ribandang meng-Islamkan Raja Gowa Mangngarangi Daeng Manrabia (Sultan Alauddin) dan Raja Tallo Mangkabumi I Mallingkaang Daeng Manyori Karareng Katangka.

Para ningrat Makassar dan rakyatnya dengan giat ikut dalam jaringan perdagangan internasional, dan interaksi dengan komunitas kota yang kosmopolitan itu menyebabkan sebuah “creative renaissance” yang menjadikan Bandar Makassar sebagai salah satu pusat ilmu pengetahuan terdepan pada zamannya.

Koleksi buku dan peta, zaman itu masih langka di Eropa namun di Makassar sudah banyak terkumpul. Makassar merupakan salah satu perpustakaan ilmiah terbesar di dunia, dan para sultan tak segan-segan memesan barang-barang paling mutakhir dari seluruh pelosok bumi, termasuk bola dunia dan teropong terbesar pada waktunya, yang dipesan secara khusus dari Eropa.

(*)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News

Berita Terkait
Baca Juga