SULSELSATU.com, MAKASSAR – Sederet sanksi bakal diberlakukan apabila Arema FC mengundurkan diri dari Liga 1 musim 2022-2023.
Arema FC otomatis dianggap mengudurkan diri kompetisi yang tengah bergulir jika manajemen benar-benar menempuh opsi pembubaran klub.
Pertimbangan manajemen untuk membubarkan Arema FC setelah serangkaian kerusuhan pasca-Tragedi Kanjuruhan.
Baca Juga : Gelombang Kerusuhan pasca-Tragedi Kanjuruhan, Arema FC Terancam Dibubarkan
Sanksi penguduran diri klub jika mengudurkan diri dari kompetisi yang bergulir diatur dalam Pasal 7 Regulasi Kompetisi.
1. Apabila terdapat klub yang menyatakan mengundurkan diri setelah dimulainya BRI Liga 1, berlaku hal-hal sebagai berikut:
a. Seluruh hasil pertandingan yang telah dijalankan oleh klub yang mengundurkan diri dibatalkan dan dinyatakan tidak sah.
Seluruh poin dan gol yang diraih dalam pertandingan-pertandingan tersebut, baik oleh klub tersebut dan klub lawan, tidak akan dihitung dalam hal menentukan klasemen akhir dan dihilangkan dari klasemen BRI Liga 1.
b. Seluruh pertandingan terjadwal dari klub yang mengundurkan diri akan dibatalkan;
c. Klub yang mengundurkan diri harus membayar biaya kompensasi terhadap kerugian yang timbul dan dialami oleh klub lainnya, PSSI, LIB, sponsor, televisi dan pihak terkait lainnya. Nilai kompensasi akan ditetapkan oleh LIB.
d. Diskualifikasi terhadap klub yang mengundurkan diri dari BRI Liga 1 di 2 musim berikutnya dan hanya dapat bermain di kompetisi yang akan ditentukan oleh PSSI;
e. Klub yang mengundurkan diri dihukum denda sebesar Rp3 miliar apabila mengundurkan diri pada putaran 1 (pekan pertandingan ke-1 hingga ke-17) dan sebesar Rp5 miliar apabila mengundurkan diri pada putaran 2 (pekan pertandingan ke-18 hingga ke-34).
f. Klub yang mengundurkan diri dapat dilaporkan ke Komite Disiplin PSSI untuk mendapatkan sanksi tambahan; dan
g. Klub yang mengundurkan diri harus mengembalikan seluruh kontribusi yang telah diterima yang terkait penyelenggaraan BRI Liga 1.
2. Ketentuan Pasal (6) dan Pasal (7) tidak berlaku untuk keadaan force majeure yang diakui oleh LIB, PSSI dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3. LIB dan PSSI memiliki diskresi untuk melakukan tindakan yang diperlukan terhadap kondisi yang timbul karena force majeure.
Sebelumnya, manajemen Arema FC membuka kemungkinan untuk membubarkan klub usai rentetan kerusuhan pasca-Tragedi Kanjuruhan.
Kantor Arema FC yang terletak di Jalan Mayjend Pandjaitan diserang segerombolan orang pada Minggu (29/1/2023).
Aksi ini ditanggapi kemudian ditanggapi serius manajemen Arema FC.
Komisaris PT PT Arema Aremania Bersatu Berprestasi Indonesia Tatang Dwi Arfianto mengatakan, upaya yang ditempuh dan dihadapi Arema setelah tragedi Kanjuruhan sudah dilakukan.
Hal ini dimulai dari membuka crisis center untuk membantu penanganan korban. Kemudian juga ditunjukkan untuk menghadapi proses dan gugatan hukum, baik pidana maupun perdata.
Di samping itu, Arema FC juga telah berusaha menjaga eksistensi klub agar tetap menjalani kompetisi. Ini tetap dilakukan meskipun dengan berbagai sanksi dan denda dari federasi sepak bola tanah air (PSSI).
Kemudian manajemen juga telah berupaya memberikan layanan trauma healing dan menjaga eksistensi klub agar tetap bertahan.
Namun jika upaya dan itikad Arema FC ini dianggap belum memenuhi keinginan banyak pihak atau justru membuat tidak kondusif, maka manajemen akan mempertimbangkan agar klub Arema FC dibubarkan saja.
Menurut dia, hal ini menunjukkan bahwa manajemen telah merespons atas insiden tersebut. Direksi dan manajemen juga sudah berkumpul, membicarakan langkah berikutnya.
Tatang mengatakan, pihaknya sebelumnya memikirkan banyak warga Malang yang hidup dari sepak bola terutama Arema FC. Beberapa di antaranya seperti UMKM, pedagang kaki lima, sampai usaha kecil lainnya.
“Tetapi jika dirasa Arema FC ini dianggap mengganggu kondusivitas, tentu ada pertimbangan tersendiri terkait eksistensinya atau seperti apa tapi kami tetap menyerahkan kepada banyak pihak,” katanya.
(*)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News
Komentar