Ranperda LGBT Garut Ditolak Sejumlah Kelompok, Pemkab-Dewan Tak Gentar
SULSELSATU.com, GARUT – Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Anti-LGBT tengah dibahas DPRD bersama Pemkab Garut. Ranperda ini merupakan usulan pemerintah.
Ranperda Anti-LGBT tersebut mendapat penolakan keras dari sejumlah kelompok masyarakat. Ranperda ini dituding hanya wujud politik identitas di tengah tahun politik.
Ketua Tim Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Garut Dadan Wandiansyah, memaklumi adanya keinginan masyarakat agar di Garut dibuat peraturan yang melarang aktivitas LGBT.
Pihak legislatif pun tentu menyetujui hal itu mengingat keberadaan LGBT yang sudah sangat meresahkan.
Menurut Dadan, selain Garut, sejumlah daerah lainnya saat ini pun tengah menggodok raperda yang sama. Ini menandakan LGBT bukan hanya menjadi permasalahan yang menimbulkan keresahan warga Garut saja, tapi juga warga di daerah lain.
Dadan membenarkan bahwa ada sejumlah pihak yang merasa keberatan dengan Raperda Anti-LGBT. Itulah yang kemudian memunculkan aksi penolakan karena Raperda Anti-LGBT itu dianggap diskriminatif.
Meski begitu, Dadan menekankan bahwa usulan masyarakat Garut tersebut tetap ditindaklanjuti oleh DPRD. Menurutnya, Raperda Anti-LGBT sejalan dengan kearifan lokal karena Garut merupakan salah satu kota santri yang mayoritas beragama muslim.
“Baik secara pribadi maupun lembaga, saya juga sepakat di Garut harus ada larangan keberadaan LGBT. Secara lembaga, kami juga sudah merespons apa yang menjadi usulan masyarakat ini,” katanya.
Saat ini, tim Bapemperda DPRD Garut sudah memberikan nota kepada pimpinan DPRD Garut untuk disampaikan ke eksekutif. Nantinya, ada dua skema yang bisa dilakukan terkait Perda Anti-LGBT.
Tindak lanjutnya, drafnya akan diserahkan ke eksekutif untuk dikaji terlebih dahulu. Karena di Garut saat ini juga sudah ada Perda Anti-Maksiat yang isinya hampir sama.
Sebelumnya, Bupati Garut Rudy Gunawan dengan tegas menyatakan Perda Anti-LGBT berbeda dengan Undang-Undang. Perda sifatnya lebih kedaerahan, sehingga pemebentukan Perda murni merupakan usulan dan urusan orang Garut.
Ketika ada pihak yang tidak setuju dengan pembentukan perda yang saat ini masih dalam bentuk raperda itu, Rudy menilai, hal itu cukup wajar. Namun, hal itu tentunya tidak akan memengaruhi keinginan masyarakat dan pemerintah Garut untuk membuat Perda tersebut.
“Raperda Anti-LGBT tersebut merupakan usulan dan urusan orang Garut. Jika saat ini di Jakarta muncul protes penolakan pembentukan Raperda tersebut, silahkan saja,” sebut Rudy.
Larangan tentang LGBT di Kabupaten Garut diungkapkan Rudy sudah ada sejak dulu yakni pada Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2015 tentang Anti-Maksiat. Di perda itu, Pemda Garut mengatur terkait larangan segala bentuk maksiat dilakukan di Garut.
Namun, belakangan ini ada kalangan yang mengusulkan agar anti-LGBT dipisah dan dibuatkan satu peraturan khusus mengingat saat ini keberadaannya yang semakin marak dan meresahkan.
(*)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News