SULSELSATU.com, MAKASSAR – Cincing Banca adalah warisan sastra lisan dari masa lampau nyanyian khas orang Makassar.
Cincing Banca adalah lagu siutan yang sering kali dinyanyikan anak-anak Makassar dalam bermain untuk memilih penjaga atau pengejar pada permaian tradisonal kejar-kejaran.
Namun yang harus diketahui, nyanyian ini bukan hanya sekedar nyanyian semata, tapi memiliki maksud sebagai kritik sosial yang dialami masyarakat di zaman penjajahan.
Seniman skaligus Budayawan asal Sulawesi Selatan Dr. Arifin Manggau mengatakan, lagu ‘Cincin Banca’ Adalah nyanyian yang berisikan cibiran atau olok-olok orang Makassar terhadap pemerintahan Belanda di zaman penjajahan.
“Lagu Cincing Banca ini nyanyian orang Makassar sebagai bentuk cibiran atau olok-olok kepada Kompeni Belanda yang menjajah masyarakat di Makassar,” terangnya kepada sulselsatu.com, Jumat, (3/2/2023).
Dosen di Fakultas Seni dan Desain Universitas Negeri Makassar ini menerangkan bahwa, yang uniknya dalam lagu tersebut, memiliki lirik pesan simbolik terhadap prilaku para penjajah.
“Mari kita lihat liriknya ‘Cincing banca banca naku banca’ ini mengasosiasikan cara memilih pemimpin yang asal-asalan, dan memang kedatangan Kompeni saat itu hanya untuk mengambil keuntungan dari kita,” terangnya.
Dilirik selanjuntnya, ‘Tannang sai pan’nikia nakumalo malonda’ Pan’nikia adalah bahasa Makassar yang berarti keleawar.
Lulusan Antropologi Budaya ini menjelaskn bahwa, Kelelawar dimaknai sebagai aparat, dimana pada saat itu, pemerintahan Belanda menggunakan aparat untuk menjaga dan menjalankan pemerintahannya, supaya masyarakat saat itu enggan untuk melakukan perlawanan.
Dilirik terakhir yankni ‘Ipondai dare, assuluko ponda antamako dare’ Arifin menerangkan bahwa kata ‘i ponda dan i dare’ adalah satu jenis binatang yang sama dengan sebutan berbeda, hal ini simbolakn masyarakat untuk menggambarkan prilaku serakah.
“‘Dare’ atau kera merupakan penyimbolan keserakahan dan ketamakan, jadi masyarakat dulu itu menyebut penjajah itu sebagai kera” jelasnya.
Selain bermaksud sebagai cibiran, nyanyian ‘Cincin Banca’ ini menurut Arifin, juga dijadikan masyarakat sebagai sarana propaganda, supaya masyarakat melakukan perlawanan kepada pemerintah belanda waktu itu.
“Lagu ini juga salah satu bentuk propaganda untuk mempengaruhi masyarakat, supaya tidak takut pada pemerintahan Belanda,” jelasnya.
Cek berita dan artikel yang lain di Google News
Komentar