Kontras Geopolitik 2 Negara Adikuasa yang Seteru di Perang Rusia-Ukraina
SULSELSATU.com, HONGKONG – Posisi Amerika Serikat di perang Rusia-Ukraina sangat jelas. Negeri Paman Sam bersama negara sekutu dalam NATO telah mengirimkan alat perang termutakhir untuk mendukung pertahanan Ukraina.
Presiden Amerika Serikat Joe Biden pada Senin (20/2/2023) kemarin diam-diam berkunjung ke Ukraina. Biden menemui Presiden Volodymir Zelensky di Kiev.
Sikap berlawanan justru ditunjukkan China. Diplomat China yang baru, Wang Yi justru bakal mengunjungi Rusia pekan ini dalam tour Eropanya selama 8 hari.
Perjalanan Wang Yi ke Eropa hingga singgah ke Rusia disoroti sebagai upaya penyeimbang diplomatik China sejak Rusia menginvasi Ukraina setahun yang lalu.
Perjalanan berbeda AS dan China terjadi hanya beberapa hari sebelum peringatan satu tahun invasi Rusia ke Ukraina, sekaligus menggarisbawahi perbedaan geopolitik antara AS dan China, yang dianggap sebagai dua negara adidaya dunia.
Sementara hubungan antara AS dan China terus memburuk menyusul ditembak jatuhnya ‘balon mata-mata’ China yang masuk ke wilayah udara Negeri Paman Sam tersebut.
Di sisi lain, China dan Rusia semakin dekat sejak pemimpin mereka mendeklarasikan persahabatan setahun lalu, di mana sebagian diyakini didorong oleh permusuhan bersama mereka terhadap AS.
Dan ketika AS dan sekutunya menegaskan kembali dukungan mereka untuk Ukraina dan meningkatkan bantuan militer, kemitraan Beijing yang semakin dalam dengan Moskow telah menimbulkan kekhawatiran, meskipun kepada Eropa, China menampilkan diri sebagai negosiator perdamaian.
Seperti dilansir CNN, pada Konferensi Keamanan Munich pada Sabtu (18/2), Wang Yi berbicara kepada para pejabat Eropa sebagai “teman baik” dan menggembar-gemborkan komitmen China untuk perdamaian.
“Kami tidak menambahkan bahan bakar ke dalam api, dan kami menentang menuai keuntungan dari krisis ini,” kata Wang Yi, usai ramai pemberitaan di China soal tudingan AS yang sengaja memperpanjang perang karena produsen senjatanya untung besar.
“Beberapa kekuatan mungkin tidak ingin melihat pembicaraan damai terwujud. Mereka tidak peduli dengan hidup dan mati orang Ukraina, atau kerugian di Eropa. Mereka mungkin memiliki tujuan strategis yang lebih besar dari Ukraina sendiri. Peperangan ini tidak boleh dilanjutkan,” ucap Wang Yi setengah menyindir.
Dia juga mendesak para pejabat Eropa untuk memikirkan tentang kerangka kerja apa yang harus ada untuk membawa perdamaian abadi ke Eropa, peran apa yang harus dimainkan Eropa untuk mewujudkan otonomi strategisnya.
Wang juga mengumumkan rencana Beijing untuk merilis proposisinya tentang “penyelesaian politik” dari krisis Ukraina setelah peringatan satu tahun invasi Rusia.
Tetapi penyebutan proposal yang samar-samar itu menimbulkan kecurigaan dari beberapa pemimpin Barat kepada China dan sikap mereka terhadap tetangga utaranya alias Rusia, terutama bantuan di medan perang.
“Kami membutuhkan lebih banyak bukti bahwa China tidak bekerja dengan Rusia, dan kami tidak melihatnya sekarang,” kata Presiden Komisi Eropa Ursula Von der Leyen.
(*)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News