Tak Disebutkan dalam UU Fidusia, Debt Collector Tak Berhak Eksekusi Kendaraan Konsumen
SULSELSATU.com, MAKASSAR – Ancaman penarikan kendaraan oleh debt collector jadi momok yang menakutkan bagi konsumen atau debitur. Ada banyak kasus kendaraan ditarik paksa oleh pihak yang mengaku perpanjangan tangan dari perusahaan pemberi kreditur.
Berkaca dari kasus selebgram Clara Shinta yang kendaraannya ditarik paksa debt collecor, membuat Polda Metro Jaya menempuh sikap tegas.
Clara Shinta membuat laporan polisi soal penarikan kendaraan oleh debt collector dan kemudian membentak-bentak polisi.
Aksi premanisme debt collector tersebut membuat Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran murka.
Tak cukup 24 jam, polisi kemudian menangkap debt collector tersebut.
Posisi Debt Collector dalam Undang-Undang Fidusia
Debt collector ternyata tak mempunyai aturan hukum yang jelas.
Dilihat sulselsatu.com, aturan tentang perusahaan leasing dan konsumen diatur dalam Undang-Undang Fidusia.
Dalam Undang Undang tersebut, tak disebutkan adanya pihak yang disebut debt collector.
Penarikan kendaraan termaktub dalam Pasal 15 ayat 2 sampai ayat 3 yang kemudian dijelaskan di Pasal 29 ayat 1.
Debt Collector Tak Berhak Ekskusi Kendaraan Debitur
Tidak berhaknya debt collector mengeksekusi kendaraan debitur di jalan juga dibenarkan Direktur Kriminal Umum (Dirkrimum) Polda Metro Jaya Kombes Hengki Haryadi.
Debt collector kata Hengki, tidak dibenarkan melakukan perampasan kendaraan di jalan. Sebab, penarikan kendaraan diatur dalam UU Fidusia.
Jadi, debt collector tidak diperbolehkan melakukan aksi main cegat, sikat, ataupun merampas kendaraan di jalan tanpa melewati mekanisme yang berlaku.
“Tidak ada lagi hak eksekutorial bagi debt collector apabila tidak ada kesepakatan antara debitur dan kreditur, dan debitur menolak menyerahkan kendaraannya. Oleh karenanya hal tersebut harus melalui penetapan pengadilan, dengan kata lain tidak boleh diambil paksa,” jelas dia.
(*)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News