Logo Sulselsatu

Petik Pelajaran Berharga Dari Kasus SVB, Dirut BRI Sebut Potensi Resesi Indonesia Hanya 2 Persen di 2023

Asrul
Asrul

Kamis, 30 Maret 2023 15:17

istimewa
istimewa

SULSELSATU.com, JAKARTA – Kegagalan beberapa bank besar global seperti Silicon Valley Bank (SVB) dan Credit Suisse yang terjadi pada beberapa pekan terakhir menggambarkan kondisi ketidakpastian ekonomi global.

Kegagalan beberapa bank tersebut menjadi pelajaran berharga bagi industri perbankan, namun meskipun kondisi perbankan nasional cukup kuat dan jauh dari episentrum krisis tersebut, perbankan harus dapat mewaspadai, serta memitigasi risiko yang mungkin muncul.

Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Utama BRI Sunarso pada Rapat Dengar Pendapat bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Komisi VI di Jakarta (28/3).

Baca Juga : Kementerian BUMN Lapor Pendapatan Negara dari Dividen Capai 100% Sebesar 85,5 T, Target 90 T di 2025

Pihaknya mengungkapkan bahwa Indonesia akan mampu bertahan dari ancaman risiko resesi, dengan potensi resesi sebesar 2% di 2023.

Keyakinan itu berdasarkan prediksi dari BRI dengan menggunakan metode Markov Switching Dynamic Model (MSDM).

Sunarso mengatakan bahwa metode ini memperkuat evaluasi dan analisa Bloomberg sebelumnya, serta telah terbukti secara akurat pada kasus terdahulu.

Baca Juga : Dari Desa ke Kancah Nasional, BRI Berdayakan Kacang Nepo Menjadi Camilan Khas yang Diminati

“Alhamdulillah hasil analisis menunjukkan bahwa potensi resesi kita di Indonesia pada tahun 2023 ini hanya 2%. Metode ini telah secara akurat memproyeksi resesi di Indonesia pada ASEAN Financial Crisis tahun 1998 dan saat pandemi COVID-19 pada 2020 lalu,” ucap Sunarso.

Sunarso menambahkan, terdapat dua faktor yang membuat ekonomi Indonesia relatif bertahan dan memiliki resiliensi tinggi. Pertama, masih kuatnya konsumsi domestik dalam mendukung pertumbuhan ekonomi. Kedua, optimisme dari pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) sebagai mayoritas usaha di Indonesia.

“Jadi masih kuatnya konsumsi domestik ternyata memang menjadi driver utama pertumbuhan GDP Indonesia. Maka kemudian berbagai upaya harus kita arahkan ke penguatan daya beli masyarakat, peningkatan konsumsi, penggunaan produk-produk dalam negeri. Itu yang harus kita dorong supaya benar-benar create job. Dan kemudian adanya optimisme”, jelasnya.

Baca Juga : Keripik Kentang Albaeta, UMKM Yang Berkembang Pesat Karena Pemberdayaan BRI

Sebagai tolak ukur yang menunjukkan tingkat optimisme para pelaku UMKM, melalui Indeks UMKM BRI telah menggambarkan aktivitas UMKM yang terus meningkat pada kuartal IV tahun 2022.

Hal itu terlihat dari kenaikan rata-rata omset, penggunaan tenaga kerja dan lain-lain dari indeks 103 meningkat ke 105. Dari sini juga, para pelaku UMKM melihat aktivitas selama satu kuartal ke depan (Januari – Maret 2023) masih sangat baik.

Terakhir, dari tolak ukur tersebut juga terlihat bahwa kepercayaan pelaku UMKM terhadap kemampuan pemerintah dalam mengelola ekonomi semakin meningkat. Dilaporkan indeks kepercayaan tersebut naik dari angka 127 menjadi 138.

Baca Juga : Diberdayakan BRI, Petani Mangga Bondowoso Mampu Perluas Lahan dan Tingkatkan Taraf Hidup

Sebelumnya, Sunarso menjabarkan identifikasi dan pelajaran yang bisa dipetik dalam kasus SVB dan Credit Suisse. Di antaranya, kedua bank ini mengalami kesulitan likuiditas dan permodalan yang dihasilkan dari tak adanya antisipasi terhadap risiko ganda (multiple risk).

Mulai dari reputational risk yang dihasilkan pemberitaan penjualan saham perusahaan oleh para petinggi dan soal unreleased loss.

Kemudian liquidity risk, yang mana tidak tersedianya likuiditas memadai untuk kebutuhan likuiditas jangka pendek, diperparah dengan contingency funding plan yang gagal dan maturity mismatch asset.

Baca Juga : Dirut BRI Dinobatkan Sebagai ”The Best CEO” untuk Most Expansive Sustainable Financing Activities

Kemudian yang tak jauh berbahaya yakni adanya kenaikan suku bunga transaksi setempat (fed fund rate) dari 0,25% menjadi 4,75% sehingga menyebabkan market risk.

“Ini menyebabkan unreleased loss yang IFRS yaitu available for sale naik hingga 15,54% terhadap modal. Jadi IFRS-nya, aset-aset dia yang available for sale itu menjadi berpotensi rugi. Jadi modalnya akan langsung berkurang sebesar itu potensinya. Begitu dieksekusi menjadi benar-benar real loss, menjadi sangat berbahaya. Ini berpengaruh terhadap liquidity risk dan juga permodalan,” ucap Sunarso.

Terakhir, risiko yang sangat berbahaya juga dari concentration risk, di mana nasabah mengumpulkan portfolio surat berharga hanya terkonsentrasi di sektor startup dan teknologi.

Kemudian juga tidak tersedianya Fasilitas Pinjaman Jangka Pendek (FPJP) dari regulator (rule of regulatory), kelonggaran kewajiban Loan Coverage Ratio (LCR), dan juga net stable funding ratio.

Cek berita dan artikel yang lain di Google News

Yuk berbagi informasi tentang Sulawesi Selatan dengan join di group whatsapp : Citizen Journalism Sulsel

 Youtube Sulselsatu

 Komentar

 Terbaru

Makassar25 November 2024 22:48
Seminar Kesehatan dan Donor Darah Meriahkan Peringatan Hari Guru di SIT Al Fatih
SULSELSATU.com, MAKASSAR – Sekolah Islam Terpadu (SIT) Al Fatih memperingati dan menyemarakkan Hari Guru dirangkaikan Hari Kesehatan Nasional de...
Politik25 November 2024 22:39
Bawaslu Diminta Kawal Wilayah dari Serangan Fajar
SULSELSATU.com, MAKASSAR — Wali Kota Makassar, Mohammad Ramdhan Pomanto, menyoroti maraknya praktik politik uang atau serangan fajar menjelang Pem...
Metropolitan25 November 2024 22:36
Tok! APBD Makassar 2025 Capai Rp5,7 Triliun
SULSELSATU.com, MAKASSAR — Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Makassar resmi menyepakati Anggaran ...
Hukum25 November 2024 21:36
12 Daerah Rawan di Sulsel Dapat Pengamanan Khusus untuk Pilkada 2024
SULSELSATU.com, MAKASSAR — Polda Sulawesi Selatan (Sulsel) telah memetakan 12 daerah yang bakal menjadi perhatian khusus dalam proses pemungutan sua...