SULSELSATU.com, Jakarta – Aam Hasanudin (56) dan Sabariah Harahap (54) adalah pengusaha madu lebah ternak, yang mampu memberdayakan dan meningkatkan ekonomi pelaku UMKM di bidang yang sama di Pematang Siantar, Sumatera Utara. Dalam mengoptimalkan potensi ekonomi masyarakat, pasangan suami istri tersebut mendapat bantuan akses permodalan dari PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI.
Aam menuturkan, secara pribadi dirinya sudah menggagas pengembangan lebah madu sejak 1987. “Kemudian dari situ saya berpikir memanfaatkan areal di belakang rumah dan akhirnya istri saya, saya bina jadi peternak juga. Pada 1993 mulai kami rintis peternakan lebah madu di belakang rumah,” ujarnya.
Lama kelamaan peternakan lebah madu yang diberi nama Flora Aek Nauli tersebut mulai dikenal masyarakat. Sebab, semakin banyak msyarakat yang dididik oleh Aam untuk berternak lebah madu. Dengan demikian, peternakan yang dikelola suami istri itu kerap mendapat kunjungan dari berbagai instansi.
Baca Juga : Kementerian BUMN Lapor Pendapatan Negara dari Dividen Capai 100% Sebesar 85,5 T, Target 90 T di 2025
Adapun menurut Sabariah, sejak 1993 dirinya berpikir Aam sering melakukan penyuluhan dan pelatihan terkait ternak lebah madu dan madu murni yang dihasilkannya. Namun di sisi lain masyarakat yang mengikuti pelatihan sering bertanya, ke mana harus memasarkan madunya?
“Dari situ jiwa bisnis saya timbul, kenapa tidak kami tampung madu yang dipanen masyarakat. Saya tadinya jualan pakaian. Kemudian saya berpikir kenapa tidak fokus di madu saja,” ujar perempuan yang dinikahi Aam pada 1991 tersebut.
Menurut Sabariah, dengan fokus pada peternakan lebah madu, dia dan sang suami memiliki dua keuntungan. Pertama adalah bisnis. Kedua, menyalurkan idealisme melalui edukasi pengembangan usaha perlebahan. Idealisme tersebut tak lepas dari latar belakang pendidikan Sabariah yaitu sebagai guru SMP.
Karena hal tersebut, usaha Sabariah dan sang suami kian dikenal. Mereka pun mengikuti pelatihan dan pengembangan UMKM di Pematang Siantar dan sering mengikuti pameran produk segmen usaha tersebut.
Baca Juga : Dari Desa ke Kancah Nasional, BRI Berdayakan Kacang Nepo Menjadi Camilan Khas yang Diminati
Untuk memasarkan produknya, Aam dan Sabariah membuat galeri di depan kediamannya. Suami istri tersebut memasarkan pula produk madunya kepada komunitas pengajian yang memiliki koperasi.
Dapat Akses Pembiayaan BRI
Setelah lama mengembangkan peternakan lebah madu, Sabariah dan Aam mulai berpikir untuk melebarkan usaha. Baru pada tahun 2018 mereka mengakses pendanaan Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari BRI sebesar Rp250 juta.
“Untuk mengambil lahan di daerah Simalungun sampai 1 hektar. Serta untuk pengembangan lebah,” kata Sabariah.
Saat ini pun madu Flora Aek Nauli pasarnya kian luas. Pemasaran secara digital sudah dilakukan Sabariah. Kendati demikian Sabariah mengakui bahwa produk madu yang dia pasarkan masih di sekitar Pematang Siantar.
Sebab, dia dan suami hanya memasarkan produk madu hasil peternakan sendiri dan dari binaan sang suami. Peternakannya bisa memproduksi 500 kg madu per bulan. Sedangkan pasokan dari peternakan binaan Aam bisa mencapai 300 kg hingga 500 kg per bulan.
Baca Juga : Keripik Kentang Albaeta, UMKM Yang Berkembang Pesat Karena Pemberdayaan BRI
“Kalau kita paceklik di sini, kebutuhan bisa dipenuhi oleh peternak binaan. Sehingga pasokannya insyaAllah tidak pernah kosong,” ujarnya optimistis.
Untuk pengembangan usaha ke depan, Sabariah berharap BRI melakukan pemberdayaan secara berkesinambungan, terutama terkait pemasaran dan promosi. Dia pun memiliki mimpi, kelak ketika usahanya terus berkembang bisa membuat tujuan wisata edukasi di sekitar kediamannya.
Terkait dengan pemberdayaan UMKM, Direktur Bisnis Mikro BRI Supari mengungkapkan bahwa peningkatan kapabilitas pemberdayaan berkaitan dengan perubahan kebiasaan masyarakat yang tak bisa dihindari, terlebih pasca pandemi Covid-19.
Baca Juga : Diberdayakan BRI, Petani Mangga Bondowoso Mampu Perluas Lahan dan Tingkatkan Taraf Hidup
Di sisi lain, kata Supari, peningkatan kapabilitas pemberdayaan tak hanya sekadar akses pasar secara digital, setidaknya ada tiga tahap yang harus diperhatikan, yakni pertama adalah literasi dasar yang di dalamnya mencakup inklusi keuangan dan manajemen keuangan dasar. Kedua adalah mendesain literasi bisnis.
“Dalam hal ini melalui peningkatan kapasitas manajerial, membangun legalitas atau kepatuhan, mengembangkan budaya inovasi, membentuk pemahaman industri dan pasar, hingga membentuk kepemimpinan dan pola pikir jangka panjang untuk meningkatkan skala usaha. Ketiga adalah literasi digital kepada UMKM dengan tujuan go digital, go modern, dan go global”, ungkap Supari.
Cek berita dan artikel yang lain di Google News
Komentar