SULSELSATU.com, MAKASSAR – Tokoh agama dan pendiri Pesantren Matahari Maros, M. Qasim Mathar, melontarkan kritik tajam kepada Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar, Prof. Hamdan. Pesan tersebut beredar di media sosial yang disampaikan menyusul kabar adanya dugaan kejahatan besar yang melibatkan anggota internal UIN Alauddin.
M. Qasim Mathar menegaskan bahwa seorang pemimpin seharusnya tidak berlindung di balik istilah “oknum” saat menghadapi kasus kejahatan yang terjadi di lingkup tanggung jawabnya. Ia meminta Prof. Hamdan untuk bersikap lebih tegas dan menunjukkan tanggung jawab sebagai seorang pemimpin.
“Anda adalah kepala rumah UIN Alauddin, di mana tersiar kabar bahwa ada anggota rumah Anda yang melakukan kejahatan besar. Tidak cukup hanya menyatakan itu adalah oknum. Akui bahwa itu anggota rumah Anda,”tegas Qasim Mathar dalam pernyataannya.
Baca Juga : Prof Qasim Mathar: Pergeseran Budaya Berawal dari Dunia Pendidikan
Menurutnya, menyebut pelaku kejahatan sebagai “oknum” hanya upaya menghindar dari tanggung jawab moral sebagai pemimpin. Ia menilai, tanggung jawab seorang rektor bukan hanya memastikan sanksi tegas, tetapi juga harus bersedia mengakui adanya kelemahan dalam pengawasan.
“Tidak cukup Anda menyatakan akan memberi sanksi tegas kepada anggota rumah Anda yang melakukan kejahatan itu. Murid SMA juga bisa menyatakan itu,”lanjut Qasim Mathar.
M. Qasim Mathar juga menyoroti pentingnya pengawasan yang seharusnya dilakukan oleh seorang rektor. Ia mempertanyakan mengapa seorang pemimpin harus menunggu laporan dari pihak luar, seperti kepolisian, sebelum bertindak atas dugaan kejahatan yang terjadi di lingkungannya.
“Kenapa Anda menunggu polisi memberitahu Anda bahwa ada kejahatan terjadi di rumah Anda? Fungsi pengawasan itu seharusnya dijalankan secara proaktif,” ungkapnya.
Pesan yang paling mengejutkan adalah dorongan kepada Prof. Hamdan untuk mempertimbangkan pengunduran diri sebagai bentuk pertanggungjawaban moral. Menurut M. Qasim Mathar, pengunduran diri bukan sekadar simbol kegagalan, tetapi justru mencerminkan sikap kesatria yang mengakui bahwa pemimpin turut bersalah karena lalai dalam pengawasan.
“Harga kejahatan yang dilakukan oleh anggota, dan terjadi di, rumah Anda belum sebanding dengan pengunduran diri sebagai rektor. Tapi, dengan mengundurkan diri, itu adalah sifat satria, mengakui bahwa Anda ikut bersalah dalam terjadinya kejahatan itu,” jelasnya.
Sebaliknya, jika Rektor UIN Alauddin memilih untuk bertahan di posisinya, hal itu bisa dianggap sebagai bentuk pengecut. “Tidak mundur bisa berarti pengecut. Karena tidak mau menerima kejahatan anggota rumah sendiri, yang awalnya sesungguhnya oleh kesalahan kepala rumah yang tidak melaksanakan fungsi pengawasan terhadap suasana rumah,” tegas Qasim Mathar.
Sebelumnya, polisi menggerebek sebuah pabrik uang palsu yang ditemukan di area kampus II UIN Alauddin Makassar, yang terletak di Samata, Kabupaten Gowa. Dalam penggerebekan tersebut, beberapa pegawai kampus diduga terlibat dalam kegiatan ilegal tersebut.
Menurut informasi yang dihimpun, jumlah uang palsu yang ditemukan dalam penggerebekan tersebut bernilai mencapai miliaran rupiah. Uang palsu tersebut diproduksi di sebuah ruangan yang berada di sekitar perpustakaan kampus II, yang sebelumnya tidak diketahui banyak pihak.
Rektor UIN, Prof Hamdan memastikan bahwa pihak kampus tidak akan melindungi oknum yang terbukti melanggar hukum. Pihaknya akan bersikap kooperatif dengan penegak hukum dan mengambil langkah internal sesuai dengan aturan disiplin pegawai yang berlaku di UIN Alauddin Makassar.
Prof Hamdan menegaskan bahwa pelaku adalah oknum individu dan bukan representasi dari lembaga kampus.
“Pelaku yang ditangkap adalah murni oknum,” tulis Rektor dalam keterangannya
Cek berita dan artikel yang lain di Google News
Komentar