SULSELSATU.com, TAKALAR – Sejumlah aktivis mendesak Kepolisian Resort (Polres) Takalar untuk turun tangan mengusut kasus dugaan praktik gratifikasi dan korupsi dalam proyek pengadaan buku sekolah.
Laporan masyarakat yang masuk mengungkap keterlibatan sejumlah pejabat Dinas Pendidikan, termasuk Ketua KKKS SD dan MKKS SMP, dalam pengondisian proyek bernilai miliaran rupiah ini.
Aktivis dari Aliansi Pemuda Penegak Keadilan, Syarif mendesak Kapolres Takalar yang baru menjabat, AKBP Supriadi Rahman, S.I.K., M.M, untuk turun tangan langsung dan menjadikan kasus ini sebagai contoh penegakan hukum yang tegas di Takalar.
“Ini adalah momen tepat bagi Kapolres yang baru untuk menunjukkan keberpihakan pada hukum dan keadilan,” tegasnya.
Ia menegaskan bahwa penyelidikan harus dilakukan agar tidak hanya menjadi isu di masyarakat tetapi benar-benar ada tindakan hukum yang nyata. “Seharusnya polisi bisa mulai bertindak dengan melakukan penyelidikan terhadap kasus ini,” ujarnya.
Berdasarkan hasil investigasi, para kepala sekolah diarahkan untuk membelanjakan 15% Dana BOS mereka hanya kepada satu rekanan: CV Media Karya Putra, perusahaan yang berbasis di Sukoharjo, Jawa Tengah. Instruksi ini disebut-sebut datang langsung dari Kepala Dinas Pendidikan Takalar, dan ditindaklanjuti dengan tekanan psikologis maupun administratif kepada kepala sekolah yang menolak.
“Kalau tidak ikut arahan, RKAS sekolah tidak disetujui,” ungkap salah satu kepala sekolah dalam rekaman suara yang menjadi salah satu bukti awal.
Yang mencengangkan, harga buku yang ditawarkan bisa mencapai empat kali lipat dari standar harga pasar. Kepala sekolah tidak punya ruang untuk memilih rekanan atau melakukan penyesuaian, mereka hanya diminta untuk menyetujui anggaran yang telah “dikondisikan”.
Perhitungan indikatif dari laporan ini menunjukkan potensi kerugian negara yang tak sedikit, jenjang SD, jumlah siswa: 24.826. Dana BOS: Rp 23,58 miliar dan anggaran buku (15%): Rp 3,53 miliar
sehingga dugaan gratifikasi sebesar Rp 1,23 miliar.
Sedangkan jenjang SMP, jumlah siswa sebanyak 8.610 dan Dana BOS: Rp 10,15 miliar kemudian Anggaran buku (15%): Rp 1,52 miliar dugaan gratifikasi: Rp 533 juta. Sehingga otal dugaan gratifikasi yang terkumpul sekitar Rp 1,7 miliar.
Laporan yang diajukan masyarakat disertai bukti awal, mulai dari daftar harga buku yang mencurigakan, dokumen Dapodik, hingga rekaman pengakuan sejumlah kepala sekolah. Para pelapor mendesak Kejaksaan Negeri Takalar atau aparat hukum di tingkat provinsi turun tangan.
“Kami ragu aparat di Takalar bisa objektif karena diduga sudah ada komunikasi intens antara Kadis Pendidikan dan aparat setempat. Kami mempertimbangkan membawa kasus ini ke Polda Sulsel atau Kejati Sulsel,” ujar salah satu pelapor.
Kini publik menanti, apakah pihak berwenang akan bertindak, atau justru membiarkan praktik ini terus berlangsung dan menyandera kualitas pendidikan anak-anak Takalar. (*)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News
Komentar